Proses hukum terkait dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini telah memasuki tahap persidangan. Pada Selasa, 16 Desember 2025, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi saksi dimulainya sidang perdana yang menghadirkan tiga terdakwa utama dalam kasus ini.
Ketiga terdakwa yang diadili adalah Ibrahim Arief, seorang mantan konsultan Kemendikbudristek; Sri Wahyuningsih, yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode 2020-2021; dan Mulyatsyah, yang merupakan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbudristek pada periode yang sama.
Nadiem Makarim Absen, Namun Namanya Muncul dalam Dakwaan
Mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, yang disebut-sebut sebagai figur sentral dalam pusaran kasus ini, tidak dapat hadir di persidangan. Alasan ketidakhadirannya adalah karena beliau masih dalam masa pemulihan pascaoperasi. Sebelumnya, Nadiem Makarim juga sempat menjalani perawatan inap karena menjalani operasi wasir.
Meskipun tidak hadir, nama Nadiem Makarim secara signifikan disebut dalam dakwaan yang dibacakan terhadap terdakwa Sri Wahyuningsih. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Roy Riady, mengungkapkan bahwa Nadiem Makarim disebut pernah melakukan pergantian terhadap dua pejabat eselon 2 di Kemendikbudristek. Pejabat yang dimaksud adalah Khamim, yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Menengah (Ditjen PAUD dan Dasmen), serta Poppy Dewi Puspitawati, yang merupakan Direktur SMP pada Ditjen PAUD dan Dasmen.
JPU Roy Riady menjelaskan lebih lanjut pada Selasa, 16 Desember 2025, bahwa salah satu alasan terdakwa Nadiem Anwar Makarim mengganti pejabat eselon 2, termasuk Poppy Dewi Puspitawati, adalah karena adanya perbedaan pendapat terkait hasil kajian teknis yang dinilai tidak sesuai dengan arahan dari Nadiem Anwar Makarim.
Penggantian Pejabat dan Arah Pengadaan yang Dipermasalahkan
Khamim kemudian digantikan oleh terdakwa Sri Wahyuningsih, sementara Poppy Dewi Puspitawati digantikan oleh terdakwa Mulyatsyah. Jaksa mengungkapkan bahwa kedua pejabat tersebut diganti karena diduga tidak sejalan atau tidak menyetujui apabila pengadaan barang merujuk pada satu produk tertentu.
Dugaan Menguntungkan Pihak Lain
Dalam dakwaan yang diajukan, Sri Wahyuningsih diduga telah menguntungkan sejumlah pihak. Nilai keuntungan yang disebut mencapai Rp 809 miliar untuk Nadiem Makarim, Rp 120 ribu Dolar Singapura (SGD) dan USD 150 untuk Mulyatsyah selaku rekan sesama direktur di Kemendikbudristek, serta sejumlah korporasi. Menariknya, dalam daftar pihak yang diuntungkan tersebut, nama Sri Wahyuningsih sendiri tidak tercantum.
Penunjukan Tim Teknis dan Rekomendasi Chromebook
Setelah pergantian pejabat tersebut, melalui Keputusan Nomor: 5190/C.C1/KP/2020, dibentuklah tim teknis yang bertugas untuk mereview hasil kajian analisis kebutuhan alat pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam keputusan tersebut, Mulyatsyah ditunjuk sebagai ketua tim, menggantikan Khamim. Sementara itu, terdakwa Sri Wahyuningsih ditunjuk sebagai wakil ketua, menggantikan Poppy Dewi Puspitawati.
Tugas utama tim teknis ini adalah untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kajian teknis yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Khamim dan Poppy Dewi Puspitawati.
Pasca penunjukan tim teknis tersebut, Nadiem Makarim diketahui memberikan instruksi kepada Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah. Instruksi tersebut agar tim teknis membuat kajian ulang yang pada intinya merekomendasikan pengadaan TIK untuk tahun 2020 agar menggunakan perangkat Chromebook.
Jaksa memaparkan lebih lanjut bahwa, sesuai dengan arahan Nadiem Anwar Makarim, penggunaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome dinilai lebih unggul. Namun, terdakwa Sri Wahyuningsih disebut mengetahui bahwa perangkat Chromebook dengan sistem operasi Chrome tersebut ternyata mengalami masalah atau kegagalan di berbagai sekolah, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
Proses persidangan ini diharapkan dapat mengungkap secara terang benderang seluruh fakta dan kronologi terkait dugaan korupsi pengadaan Chromebook ini, serta menegakkan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

















