Polemik Kepemilikan Saham PSIS Semarang Memanas, Hubungan Antar Suporter Terancam
Isu mengenai kepemilikan mayoritas saham PSIS Semarang oleh Nova Datu kembali menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan panas di kalangan suporter. Ketegangan ini bahkan berimbas pada hubungan antar suporter tim sepak bola di Indonesia, khususnya antara pendukung PSIS Semarang dan Persela Lamongan.
Menanggapi situasi yang semakin rumit, Ketua Umum Panser Biru, Wareng, angkat bicara. Ia berusaha memberikan klarifikasi kepada para suporter Persela Lamongan mengenai realitas di balik kepemilikan PSIS Semarang. Wareng menjelaskan bahwa klub berjuluk Laskar Mahesa Jenar tersebut sebenarnya telah lama menjadi incaran banyak pengusaha besar di tanah air. Upaya akuisisi tersebut terus berlanjut hingga akhirnya saham mayoritas berhasil dibeli oleh Nova Datu, yang merupakan istri dari Fariz Julinar.
Penjelasan Wareng ini disampaikan melalui akun Instagram pribadinya, @kepareng_wareng. Ia menyayangkan bahwa sebagian suporter Persela masih memiliki pemahaman yang keliru mengenai kronologi dan situasi yang sebenarnya terjadi di balik layar.
Wareng menegaskan bahwa jauh sebelum PSIS Semarang berada di bawah kepemilikan Nova Datu dan Fariz Julinar, klub tersebut sudah menjadi objek perebutan di kalangan pengusaha-pengusaha ternama. Bahkan, hal ini terjadi ketika kondisi tim sedang terpuruk dan menduduki dasar klasemen di grup timur kompetisi Pegadaian Championship.
“Orang Lamongan masih tidak paham. Sebelum dipegang Mbak Datu, Mas Fariz, PSIS itu sudah dibuat rebutan. Tapi memang yang beruntung Mas Fariz dan YS legowo melepas kepadanya,” tulis Wareng dalam unggahannya.
Ia juga menyebutkan beberapa nama pengusaha besar lain yang dikabarkan sempat tertarik untuk mengakuisisi Laskar Mahesa Jenar, di antaranya adalah Pak Anto dan David Glenn. Ketertarikan ini muncul meskipun PSIS saat itu sedang berada dalam performa buruk dan berstatus juru kunci di grup timur Pegadaian Championship.
Lebih lanjut, Wareng mengimbau agar para suporter Persela Lamongan dapat menurunkan ego mereka. Ia juga menyarankan agar pihak-pihak terkait dapat menjumpai langsung Fariz Julinar dan Nova Datu untuk berdialog. Tujuannya adalah untuk meredakan ketegangan dan mencegah situasi yang lebih rumit bagi tim Laskar Joko Tingkir.
Akar Kekecewaan Suporter Persela
Kekecewaan yang dirasakan oleh suporter Persela Lamongan bermula dari keputusan mengejutkan Fariz Julinar untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Persela Lamongan. Keputusan ini diambil lantaran Fariz ingin memfokuskan perhatian dan tenaganya untuk membantu sang istri, Nova Datu, yang kini menjabat sebagai CEO PSIS Semarang setelah berhasil mengakuisisi saham mayoritas klub tersebut.
Dampak dari mundurnya Fariz Julinar tidak hanya berhenti pada pergantian pucuk pimpinan di Persela. Hal ini juga berimbas langsung pada operasional dan aset klub. Salah satu dampak yang paling terlihat adalah penarikan aset vital seperti bus tim. Bus tersebut kini telah mengalami perubahan branding dan digunakan sebagai armada resmi PSIS Semarang.
Isu Perpindahan Pemain Memperkeruh Suasana
Selain masalah aset, isu perpindahan pemain antara kedua klub juga turut memperkeruh suasana dan memicu perdebatan sengit di kalangan suporter. Dua pemain Persela Lamongan, Wawan Febriyanto dan Oktivia Chinagio, telah secara resmi dinyatakan bergabung dengan PSIS Semarang.
Kabar perpindahan pemain ini tidak berhenti sampai di situ. Beredar pula isu bahwa sejumlah pemain Persela lainnya akan segera menyusul untuk memperkuat PSIS dalam waktu dekat. Situasi ini sontak membuat jagat media sosial menjadi ramai dengan perdebatan sengit antar suporter. Tak terkecuali, Ketua Panser Biru, Wareng, juga turut terlibat dalam diskusi tersebut.
Sorotan Terhadap Kepemilikan Saham Persela
Di sisi lain, situasi kepemilikan saham Persela Lamongan juga menjadi sorotan. Berdasarkan informasi yang beredar, Fariz Julinar disebut hanya memiliki saham minoritas di Persela. Kepemilikan mayoritas saham klub berjuluk Laskar Joko Tingkir ini justru berada di tangan Bupati Lamongan, Yohronur Efendi.
Namun, di tengah ancaman “bedol desa” atau perpindahan besar-besaran yang mengarah ke PSIS, justru Fariz Julinar yang paling banyak disalahkan oleh sebagian suporter Persela. Ketegangan yang terjadi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik antar suporter jika tidak segera diredam dan diselesaikan dengan bijak.
Bahkan, sebagian suporter Persela mulai mengarahkan kemarahan mereka kepada Ketua Panser Biru. Situasi ini menjadi ujian berat bagi seluruh pihak yang terlibat, baik pengurus klub, pemain, maupun suporter. Diharapkan semua pihak dapat menahan diri dan mencari solusi terbaik agar rivalitas antar suporter tidak berubah menjadi konflik yang merusak. Upaya dialog dan pemahaman yang konstruktif menjadi kunci utama untuk menjaga kondusivitas sepak bola Indonesia.

















