Indonesia Tolak Bantuan Internasional untuk Bencana, Fokus pada Kekuatan Nasional
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu), telah menegaskan sikapnya dalam menolak tawaran bantuan internasional untuk penanganan bencana yang melanda tiga provinsi di Sumatera. Keputusan ini, menurut Kemlu, merupakan implementasi dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya mengerahkan seluruh kekuatan nasional dalam menghadapi krisis. Sikap resmi ini telah dikomunikasikan kepada negara-negara yang sebelumnya telah menawarkan dukungan.
Juru Bicara II Kemlu, Vahd Nabyl Achmad Mulachela, menjelaskan bahwa sejak awal, pemerintah telah berkomitmen untuk mengoptimalkan sumber daya domestik. “Seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden, kita mengerahkan seluruh kemampuan nasional. Pemerintah, masyarakat, untuk mengatasi dampak dari bencana yang terjadi di tiga provinsi ini,” ujar Nabyl saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 19 Desember 2025.
Kebijakan ini disusun melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga, dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) turut terlibat dalam perencanaan. Untuk urusan luar negeri, Kemlu memegang peranan utama, dengan prinsip utama mengoptimalkan kerja sama yang sudah terjalin. “Intinya adalah mengoptimalkan kerja sama-kerja sama yang sudah existing seperti itu,” tambahnya. Pendekatan ini mencerminkan kemandirian Indonesia dalam mengelola dan memulihkan diri dari bencana, dengan keyakinan bahwa kekuatan internal lebih dari cukup untuk mengatasi tantangan yang ada.
Kerusuhan Melanda Bangladesh Pasca Tewasnya Aktivis Mahasiswa
Bangladesh kembali dilanda gejolak sosial pada Jumat, 18 Desember 2025, menyusul tewasnya seorang aktivis mahasiswa terkemuka, Sharif Osman Hadi. Hadi dilaporkan meninggal dunia sehari sebelumnya setelah menjadi korban penembakan oleh orang tak dikenal di Dhaka, ibu kota negara tersebut.
Sharif Osman Hadi dikenal sebagai salah satu pemimpin kunci dalam demonstrasi besar yang terjadi pada tahun 2024. Demonstrasi tersebut berhasil menggulingkan pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina. Kematian Hadi memicu kemarahan publik yang meluas, menyebabkan kerusuhan pecah di berbagai penjuru ibu kota dan kota-kota besar lainnya. Situasi keamanan yang memburuk ini memaksa pengerahan pasukan keamanan di seluruh negeri, terutama menjelang pemilihan umum nasional yang dijadwalkan pada bulan Februari mendatang.
Menurut laporan dari CNA, insiden kekerasan ini bermula dari kematian Sharif Osman Hadi, yang berusia 32 tahun dan menjabat sebagai juru bicara Inquilab Mancha. Inquilab Mancha sendiri merupakan sebuah platform protes yang digagas oleh mahasiswa dan memainkan peran krusial dalam gerakan penggulingan mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina pada tahun lalu. Kematiannya dianggap sebagai provokasi yang memicu kembali gelombang protes dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, khususnya para mahasiswa.
Tokoh Sentral Protes Mahasiswa Bangladesh Meninggal di Singapura Akibat Luka Tembak
Pemimpin demonstrasi mahasiswa Bangladesh tahun 2024, Sharif Osman Bin Hadi, dilaporkan meninggal dunia di Singapura. Ia sempat diterbangkan dari Bangladesh ke negara tersebut untuk mendapatkan perawatan medis intensif setelah mengalami luka parah akibat upaya pembunuhan.
“Meskipun para dokter telah melakukan upaya terbaik, Hadi meninggal akibat luka-lukanya,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Singapura pada Kamis, 17 Desember 2025.
Laporan dari harian Bangladesh, Dhaka Tribune, menyebutkan bahwa Sharif Osman Hadi dianggap sebagai salah satu kandidat potensial untuk mewakili daerah pemilihan Dhaka-8 dalam pemilihan nasional yang akan diselenggarakan pada bulan Februari mendatang. Namun, nasib tragis menimpanya ketika ia ditembak di bagian kepala pada 12 Desember di Dhaka, saat ia sedang melakukan perjalanan menggunakan becak motor bertenaga baterai. Insiden penembakan ini menjadi pukulan telak bagi gerakan mahasiswa dan para pendukungnya, yang kini berduka atas kehilangan salah satu tokoh sentral mereka. Kematiannya menambah daftar panjang kekerasan politik yang terjadi di Bangladesh dalam beberapa waktu terakhir.

















