Yudo Sadewa: Sang Anak Menteri yang Menolak Kemewahan dan Mengkritik Pemborosan Anggaran
Yudo Sadewa, putra dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, belakangan ini menjadi sorotan publik bukan karena kekayaan atau statusnya sebagai anak pejabat tinggi, melainkan karena sikapnya yang sangat sederhana dan kritiknya terhadap pemborosan anggaran negara. Penolakannya terhadap fasilitas pengawalan, yang dianggapnya hanya menambah beban anggaran, serta gaya hidupnya yang jauh dari kesan mewah, telah memicu kekaguman dan diskusi luas di masyarakat.
Kejutan di Sesi Live Streaming: Motor Xmax dan Ketiadaan Pengawalan
Kejadian yang membuat Yudo Sadewa viral bermula saat ia menjadi narasumber dalam sebuah sesi live streaming yang dipandu oleh influencer ternama, Bigmo. Sejak awal pertemuan, Bigmo sudah merasakan ada yang berbeda dari sosok Yudo. Alih-alih datang dengan mobil mewah atau diiringi rombongan pengawal layaknya anak pejabat pada umumnya, Yudo justru tiba di lokasi acara dengan mengendarai sepeda motor jenis Yamaha Xmax.
Bigmo menceritakan keterkejutannya, “Dia ke sini naik Xmax.” Ia menambahkan bahwa Yudo mengendarai motor tersebut seorang diri, bahkan menempuh perjalanan dari Bogor. “Dari Bogor nyetir sendiri,” ungkap Bigmo. Yang semakin mengejutkan adalah ketiadaan pengawalan atau rombongan protokoler yang menyertai Yudo dalam perjalanannya.
Menghadapi keheranan Bigmo, Yudo justru menanggapinya dengan santai. “Emang kenapa naik motor?” tanyanya dengan nada ringan, seolah hal tersebut bukanlah sesuatu yang luar biasa. Bigmo pun kembali mengungkapkan rasa herannya, “Lu bayangin naik motor, man.” Perilaku Yudo ini kontras dengan citra umum anak pejabat yang seringkali diasosiasikan dengan gaya hidup mewah dan penggunaan fasilitas negara secara berlebihan.
Transparansi Harta dan Sindiran Pedas untuk Gaya Hidup Pejabat
Dalam percakapan yang kemudian beralih ke topik investasi, Yudo mengaku baru saja mengalami kerugian yang cukup signifikan dalam trading Bitcoin. Ia menyebutkan, “Gue 10 Oktober ini loss hampir Rp22 miliar, tapi dari 8 juta dolar AS kecil lah.” Keterbukaan Yudo mengenai jumlah hartanya ini kembali membuat Bigmo takjub.
Meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, Yudo menegaskan preferensinya untuk hidup sederhana. Ia kemudian melontarkan sindiran halus terhadap anak-anak pejabat lain yang memilih menggunakan pengawalan ketat untuk aktivitas sehari-hari. “Kalau anak pejabat yang lain kan naik, ‘tot tot tot’,” imbuhnya, menggambarkan suara sirene pengawalan yang kerap terdengar. Sikap Yudo ini menunjukkan kesadaran etika publik yang tinggi, di mana fasilitas negara seharusnya digunakan dengan bijak dan tidak untuk kepentingan pribadi yang berlebihan.
Kritik Tajam Terhadap Pemborosan Anggaran Negara
Lebih jauh, Yudo Sadewa tidak hanya menyoroti gaya hidup pribadi, tetapi juga mengkritik keras kebiasaan para pejabat yang dinilainya gemar menghambur-hamburkan anggaran negara. Menurutnya, pemborosan ini seringkali terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari rapat yang tidak efisien hingga fasilitas penginapan yang mewah saat perjalanan dinas.
Yudo berpendapat bahwa korupsi tidak selalu berbentuk penggelapan uang secara langsung. Penyalahgunaan anggaran untuk rapat dan perjalanan dinas, menurutnya, juga merupakan bentuk korupsi terselubung yang tidak boleh diremehkan. “Jadi orang-orang itu kebanyakan korupsi-korupsi itu dari situ. Anggaran rapat, perjalanan dinas, masa bisa sampai miliaran sih,” ungkapnya prihatin.
Ia bahkan memberikan contoh konkret mengenai pilihan penginapan pejabat. Yudo berargumen bahwa pejabat seharusnya tidak selalu merasa perlu menginap di hotel bintang lima. “Lu tidur di Oyo aja udah nyaman kali harusnya. Enggak usah di hotel bintang 5,” sarannya.
Kritik ini semakin relevan di era digital saat ini. Yudo menekankan bahwa banyak agenda pemerintahan yang sebenarnya bisa dilakukan secara daring melalui platform seperti Zoom, sehingga dapat menghemat biaya besar yang seharusnya bisa dialihkan ke sektor yang lebih produktif. “Kalau mau mengabdi masyarakat, kan kita sekarang udah ada teknologi. Emang enggak bisa pakai Zoom atau misalnya enggak bisa apa lebih jauh efisiensi lagi,” ujarnya.
Ia menyarankan agar anggaran yang terbuang percuma dialihkan untuk sektor-sektor yang lebih berdampak bagi perekonomian. “Daripada buang anggaran enggak jelas, mendingan buat suntikin ke bank-bank BUMN atau apapun itu yang penting ekonomi muter lah,” pungkasnya.
Yudo juga mengungkapkan bahwa ayahnya, Purbaya Yudhi Sadewa, telah mengambil langkah signifikan dalam memotong anggaran rapat-rapat yang dianggap tidak jelas. Inisiatif ini diklaim berhasil menghemat anggaran negara hingga puluhan triliun rupiah. “Misalkan kemarin tuh bapak dapat 60 triliun dari potong anggaran-anggaran, rapat-rapat itu yang enggak jelas. Bahkan, 60 triliun itu cuman dari potong rapat enggak jelas itu loh, makanya negara Indonesia itu susah majunya karena enggak efisien. Udah enggak efisien, pejabatnya kebanyakan maling gitu,” tegasnya.
Sikap dan pernyataan Yudo Sadewa ini menjadi pengingat penting bagi para pejabat publik dan masyarakat luas mengenai pentingnya efisiensi anggaran, transparansi, dan kesadaran etika dalam menggunakan fasilitas negara.

















