Aktris Erika Carlina Cabut Laporan Dugaan Pengancaman Terhadap DJ Panda, Tempuh Jalur Restorative Justice
Jakarta – Aktris yang dikenal dengan nama Erika Carlina telah secara resmi mencabut laporan dugaan pengancaman yang sebelumnya diajukan terhadap Disk Jockey (DJ) Giovanny Surya Saputra, atau yang lebih akrab disapa DJ Panda. Laporan tersebut sebelumnya telah dilayangkan ke Polda Metro Jaya.
Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Iskandarsyah, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima surat pengajuan pencabutan laporan tersebut sejak hari Jumat, 19 Desember 2025. “Betul, yang bersangkutan mengajukan pencabutan laporan. Suratnya masuk Jumat kemarin,” ujar Iskandar saat dikonfirmasi pada hari Senin, 22 Desember 2025.
Keputusan untuk mencabut laporan ini diambil setelah kedua belah pihak, yaitu Erika Carlina dan DJ Panda, berhasil menempuh upaya perdamaian. Saat ini, mereka berdua juga sedang dalam proses pengajuan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. “Mereka sudah mediasi di luar, sudah ada kesepakatan. Sedang kami proses untuk restorative justice,” jelas Iskandar lebih lanjut.
Awal Mula Kasus dan Laporan Dugaan Pengancaman
Sebelumnya, aktris yang memiliki nama lengkap Erika Carlina Batlawa Soekri ini diketahui telah mendatangi Subdirektorat (Subdit) Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Kedatangannya saat itu adalah untuk melaporkan DJ Panda atas dugaan pengancaman. Erika menyatakan bahwa dirinya merasa terancam, bahkan mengaitkan ancaman tersebut dengan kondisi kehamilannya.
“Aku cuma datang untuk melanjutkan proses hukum yang berjalan, kasih bukti-bukti juga pengancaman yang berbahaya untuk janin aku,” ungkap Erika usai ditemui di Polda Metro Jaya pada hari Kamis, 24 Juli 2025.
Kronologi pengancaman yang dilaporkan berawal dari upaya Erika untuk menutupi kehamilannya yang telah memasuki usia sembilan bulan dari publik. Keputusan untuk merahasiakan kehamilannya ini diambil setelah munculnya ancaman yang diterimanya melalui grup WhatsApp (WA) dari DJ Panda.
Menindaklanjuti laporan tersebut, DJ Panda juga telah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari Rabu, 15 Oktober 2025, di mana DJ Panda didampingi oleh kuasa hukumnya.
Detail Dugaan Ancaman yang Dilayangkan
Pihak Polda Metro Jaya sendiri telah memaparkan sejumlah dugaan ancaman yang diduga dilayangkan oleh DJ Panda terhadap Erika Carlina. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi, saat ditemui di Jakarta pada hari Kamis, 16 Oktober 2025, menjelaskan detail ancaman tersebut.
“Korban (Erika) mengetahui dari saksi berinisial B, di mana terlapor GSS mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp isinya mengancam akan menghancurkan karir korban,” ujar Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi.
Selain dugaan ancaman terhadap karir Erika, DJ Panda juga diduga memiliki niat untuk menyebarkan berita bohong terkait status ayah dari anak yang dikandung Erika. Terlapor diduga ingin membuat pernyataan bahwa anak dalam kandungan korban bukanlah anaknya. Lebih jauh lagi, DJ Panda juga diduga berencana untuk mencap Erika sebagai seorang psikopat.
Pentingnya Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa
Kasus yang melibatkan Erika Carlina dan DJ Panda ini menyoroti pentingnya mekanisme restorative justice dalam penyelesaian sengketa, terutama yang melibatkan perselisihan pribadi. Restorative justice, atau keadilan restoratif, adalah sebuah pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang menekankan pada pemulihan, rekonsiliasi, dan tanggung jawab pelaku terhadap korban. Berbeda dengan sistem retributif yang berfokus pada hukuman, restorative justice bertujuan untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan dan memulihkan hubungan antarpihak yang terlibat.
Dalam konteks kasus ini, upaya mediasi yang dilakukan di luar jalur hukum formal dan berujung pada kesepakatan damai menjadi bukti efektivitas restorative justice. Dengan menempuh jalur ini, kedua belah pihak dapat mencapai penyelesaian yang lebih manusiawi dan berkelanjutan, tanpa harus melalui proses pengadilan yang panjang dan berpotensi menimbulkan luka lebih dalam.
Pencabutan laporan dan pengajuan restorative justice menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah memilih untuk mengedepankan dialog dan rekonsiliasi. Hal ini penting untuk menjaga nama baik masing-masing pihak serta meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul dari perselisihan tersebut, terutama mengingat kondisi Erika yang sedang hamil. Proses ini diharapkan dapat memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak dan menjadi contoh bagaimana perselisihan dapat diselesaikan secara damai dan konstruktif di masa depan.

















