Terdakwa Rahman Padak dalam perkara pembunuhan seorang pendeta di Batam bernama Almiron Sihombing alias Jimmy Hutasoit dituntut dengan pidana penjara selama 18 tahun.
Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum (JPU) Zulna Yosepha mengatakan bahwa Rahman Padak telah melakukan pembunuhan secara terencana terhadap Almiron Sihombing alias Jimmy Hutasoit.
Zulna Yosepha menilai perbuatan terdakwa Rahman Padak membawa parang yang disimpan di dalam payung mendatangi kantor pemasaran Ruko Oryza Hill nomor 10 Kecamatan Sekupang, Kota Batam merupakan bukti ada niat untuk membunuh seseorang bernama Acai.
Namun kala itu Acai tidak ada di lokasi sehingga Rahman Padak melampiaskan kekesalannya kepada Jimmy Hutasoit yang merupakan marketing di PT Mega Trijaya.
Rahman Padak membacok Jimmy Hutasoit dengan parang yang dibawanya kala itu hingga tewas.
“Menyatakan terdakwa Rahman Padak melakukan tindak pidana secara sengaja dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain. Diancam karena pembunuhan dengan rencana. Perbuatan itu melanggar Pasal 340 KUHP,” kata Zulna Yosepha dalam persidangan yang dilaksanakan, Senin (12 Agustus 2024) silam.
Karena tindak pidana pembunuhan secara terencana itu maka Zulna Yosepha menuntut Rahman Padak dengan pidana 18 tahun penjara.
“Menuntut terdakwa Rahman Padak dengan pidana 18 tahun penjara,” ucap Zulna Yosepha.
Atas tuntutan tersebut majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, Douglas Napitupulu, Andi Bayu Mandala Putra Syadli dan Vabiannes Stuart Watimena memberikan kesempatan kepada Rahman Padak dan penasehat hukumnya, Abdullah Yusuf untuk mengajukan pledoi.
Persidangan dilanjutkan pada 21 Agustus 2024 silam. Dalam persidangan itu, Abdullah Yusuf menyampaikan bahwa kliennya hanya melakukan tindak pidana pembunuhan biasa bukan pembunuhan berencana.
“Memang benar terdakwa membawa parang yang diselipkan di dalam payung. Sebenarnya bukan mau membunuh Jimmy Hutasoit melainkan bertujuan untuk menakut-nakuti bosnya bernama Acai saja. Karena Acai belum membayarkan gaji terdakwa yang besarannya 3 juta rupiah,” kata Abdullah Yusuf.
Abdullah Yusuf dalam pledoinya menyebutkan bahwa kliennya setiap harinya memang membawa parang karena harus kerja di kebun selain sebagai satpam di PT Mega Trijaya.
“Gaji 3 juta rupiah dari perusahaan tempat terdakwa bekerja itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh sebab itu terdakwa juga harus kerja di kebun yang berada di samping kantor PT Mega Trijaya itu. Jadi setiap hari Rahman Padak membawa parang untuk peralatannya kerja di kebun itu. Melihat kebiasaan terdakwa maka tidak sepantasnya dituntut pembunuhan berencana melainkan pembunuhan biasa,” ucap Abdullah Yusuf.
Selain itu, Abdullah Yusuf juga memohonkan keringan kepada majelis hakim PN Batam untuk meringankan kliennya.
“Rahman Padak itu adalah tulang punggung keluarga. Bukan serta-merta dia membunuh korban. Bermula karena Acai aja tidak bayar uang gajinya, sementara kebutuhan sehari-harinya itu besar jadi terdesak sehingga membuatnya khilaf. Jadi mohon keringanan hukuman kepada majelis hakim PN Batam untuk terdakwa,” ujar Abdullah Yusuf.
Atas pledoi itu membuat Zulna Yosepha memohon bahwa pihaknya akan melakukan replik atau tanggapan jaksa terhadap pledoi terdakwa.
Permohonan untuk mengajukan replik itu dijadwalkan pada 09 September 2024. Dalam persidangan jaksa Abdullah mengatakan bahwa pledoi yang disampaikan oleh pihak terdakwa tidak berdasarkan logika hukum yang benar.
Karena itu, Abdullah memohonkan supaya majelis hakim PN Batam menolak pledoi terdakwa serta penasehat hukumnya.
Persidangan untuk agenda pembacaan putusan akan dilaksanakan pada 18 September 2024 mendatang.
“Selanjutnya majelis hakim yang akan memutuskan berapa nanti akan divonis. Biarkan kami berpikir dan mempertimbangkan semuanya sebelum diputuskan,” kata Douglas Napitupulu sembari menutup persidangan kali ini.
Penulis: JP

















