Persoalan Internal PBNU yang Memanas
Konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali memicu perhatian publik setelah adanya isu pemecatan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Masalah ini muncul sejak akhir November 2025 ketika Syuriyah PBNU mengambil langkah untuk mencopot Gus Yahya dari jabatannya. Hal ini menimbulkan kegaduhan dalam organisasi dan menjadi sorotan masyarakat luas.
Kronologi Perkembangan Konflik
Pemicu awal konflik bermula dari risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU yang dikeluarkan pada 20 November 2025. Risalah tersebut ditandatangani oleh Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan meminta Gus Yahya mundur dalam tiga hari karena dugaan pelanggaran aturan organisasi. Pada 26 November 2025, Syuriyah secara resmi memecatnya melalui surat edaran. Surat tersebut melarang penggunaan fasilitas dan atribut jabatan Ketua Umum serta menyatakan bahwa pemecatan berlaku efektif pada tanggal tersebut.
Gus Yahya menolak keputusan tersebut dan menganggap surat pemecatan tidak sah karena menurutnya pemecatan hanya bisa dilakukan di Muktamar 2026. Ia juga mengusulkan agar masalah diselesaikan melalui mediasi di Pesantren Lirboyo.
Terkait tuduhan bahwa ia mencemarkan nama baik organisasi melalui undangan peneliti yang dianggap pro-Zionis, Gus Yahya membantah dengan menyebut adanya sabotase sistem digital dalam internal organisasi. Di sisi lain, Syuriyah mengklaim ada dugaan pelanggaran aturan organisasi terkait Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 Pasal 8 serta penyimpangan tata kelola keuangan PBNU.
Majelis Tahkim sebagai Jalur Resmi
KH Sarmidi Husna, Katib Syuriyah PBNU, menyarankan agar Gus Yahya menggunakan jalur majelis tahkim untuk menyelesaikan polemik ini. Dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis 27 November 2025, ia menjelaskan bahwa jika Gus Yahya keberatan dengan langkah yang diambil Syuriyah, maka terdapat prosedur resmi untuk mengajukan keberatan.
“Kalau Gus Yahya keberatan, silakan menempuh keberatan melalui majelis tahkim. Jalurnya ada, prosedurnya jelas,” ujarnya dalam forum tersebut. Sarmidi juga menegaskan bahwa majelis tahkim adalah mekanisme penyelesaian internal yang telah diatur secara hukum melalui Peraturan Perkumpulan NU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal.
Dalam pernyataannya, Sarmidi juga mengajak publik untuk menilai persoalan ini secara tenang dan tidak terpengaruh oleh kabar yang tidak pasti. “Jangan terlalu mempercayai kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ini masalah internal. Ada substansi yang saat ini sedang dijalankan Syuriyah. Nanti akan ada permusyawaratan-permusyawaratan yang akan memperjelas,” tutur Sarmidi Husna.
Respons Gus Yahya
Menanggapi dinamika ini, Gus Yahya sebelumnya meminta agar persoalan tersebut diselesaikan dalam kerangka kelembagaan NU. Ia menyerukan penyelesaian dengan mempertahankan kehormatan organisasi.
“Mari kita selesaikan dengan lebih terhormat. Apapun masalahnya, kalau masih ada yang tidak terselesaikan, mari kita selesaikan melalui muktamar, sehingga keutuhan organisasi terjaga, integritas organisasi tidak ternodai,” katanya pada 26 November 2025.
Gus Yahya mengakui bahwa dalam masa kepemimpinannya tentu terdapat kekurangan dan kekhilafan dalam mengambil keputusan. Ia menyampaikan hal ini secara terbuka kepada seluruh struktur organisasi PBNU.
“Tentu dalam memimpin saya tidak lepas dari kesalahan, untuk itu saya mengimbau kepada seluruh jajaran PBNU, termasuk memohon kepada Rais Aam untuk memikirkan dengan lebih dalam soal ini. Mari kita jaga keutuhan NU ini, kita jaga integritas organisasi. Saya tahu bahwa sebagai ketua umum, jelas saya juga melakukan kesalahan-kesalahan karena tidak ada orang yang sempurna,” ujar Yahya Cholil Staquf.

















