Badan Keamanan Laut Republik Indonesia atau yang disebut Bakamla RI melakukan penangkapan terhadap kapal tanker MT Blue Stars GT-296 dikarenakan diduga telah memasuki perairan Indonesia tanpa izin resmi dari pihak Syahbandar Republik Indonesia yang berada di Kota Batam. Penangkapan itu dilakukan pada 26 Agustus 2022 silam.
Dalam peristiwa penangkapan itu, diketahui bahwa kapal tanker MT Blue Stars GT-296 memiliki muatan berupa solar murni sebanyak 87.484 Ton yang diduga didapatkan dengan cara membeli di tengah laut atau kerap disebutkan sebagai hasil kencing kapal-kapal kala berada di samudra.
Selanjutnya untuk melakukan proses hukum kepada pihak nahkoda kapal tanker MT Blue Stars GT-296 maka Bakamla RI berusaha melimpahkan perkara tersebut kepada TNI AL yang berada di Kota Batam. Alhasil perkara itu ditolak oleh pihak Angkatan Laut Batam.
Penolakan tersebut menjadi dasar bagi Bakamla RI meminta pihak Polairud untuk membantu melakukan proses hukum kepada pihak nahkoda kapal tanker MT Blue Stars GT-296. Namun lagi-lagi perkara itu ditolak oleh Polairud.
Tepat pada 1 September 2022, Bakamla RI berhasil meminta bantuan proses hukum kepada Bea dan Cukai tipe B di Batam.
Keesokan harinya (02 September 2022) Bea Cukai tipe B di Batam menetapkan nahkoda kapal tanker MT Blue Stars GT-296 atas nama Zurrahman Afriansyah Bin Sihabudin Chodori sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
Dengan ada 1 pekan status hukum kepada Zurrahman Afriansyah Bin Sihabudin Chodori membuat penasehat hukumnya Parulian Situmeang, Sudirman Situmeang, Sorianto Lumban Gaol untuk mengajukan eksepsi alias nota keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Tepat pada 03 Januari sidang pembacaan eksepsi dilaksanakan. Parulian Situmeang mengatakan kekecewaannya terkait penegakan hukum yang dialami oleh kliennya, Zurrahman Afriansyah Bin Sihabudin Chodori.
Mulai dari 26 Agustus 2022 sampai 1 September status hukum apa yang disandingkan oleh Bakamla RI kepada terdakwa Zurrahman Afriansyah Bin Sihabudin Chodori?
Apakah ditangkap? Kalau ditangkap hanya berlaku 24 jam saja. Apabila ditahan, apakah Bakamla RI berwenang menahan?
Bagaimana proses administrasi penangkapan dan penahanan tersangka saat berada di Bakamla RI?
“Seharusnya JPU [jaksa penuntut umum] mengurai dengan jelas dalam surat dakwaan status hukum terdakwa. Namun JPU terkesan mengabaikan hal tersebut, bahkan menganggap hal tersebut tidak penting, atau penuntut umum tutup mata terhadap hal tersebut,” kata Parulian Situmeang kala persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, Bambang Trikoro (ketua majelis) dan didampingi oleh hakim Edy Sameaputty, Nanang Herjunanto, serta terlihat sosok JPU Zulna Yosepha.
Dalam eksepsi tersebut, Parulian Situmeang juga menyebutkan bahwa Bakamla RI telah menangkap kapal tanker MT Blue Stars 8 GT-296 di pelayaran lintas damai yang terletak pada titik koordinat 01⁰-14′-30″N -103⁰-59’12″E yang merupakan alur pelayaran yang dikenal dengan Traffic Seperation Scheme (TSS) berdasarkan kesepakatan 3 negara pantai di sekitarnya (Indonesia, Singapura dan Malaysia).
“Perbuatan itu melanggar aturan dan ketentuan hukum laut Internasional atau yang disebut UNCLOS [United Nations Convention On The Law Of The Sea] pada tahun 1982. Sebagaimana ditarifikasi menjadi UU RI Nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Hukum Laut.”
Parulian Situmeang menyimpulkan bahwa surat dakwaan JPU tidak hati-hati dan menyimpang dari hasil penyidikan, serta tidak memenuhi syarat materil sebagaimana amanat dari pasal 143 KUHAP. “Dengan demikian harus dinyatakan batal demi hukum,” ucap Parulian Situmeang.
Dalam menyusun surat dakwaan JPU harus berpedoman pada aturan hukum, hasil penyidikan, yurisprudensi Mahkamah Agung bahkan doktrin hukum, bukan semata-mata pada asumsi atau karangan bebas. “Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa dalam menuntut terdakwa,” ujar Parulian Situmeang.
Dengan dalil tersebut, Parulian Situmeang meminta kepada majelis hakim PN Batam yang menyidangkan perkara a quo untuk membebaskan terdakwa dari tahanan, menghentikan pemeriksaan perkara nomor 790/Pid.B/2022/PN Btm.
Dengan adanya eksepsi tersebut maka Bambang Trikoro memberikan kesempatan kepada JPU Zulna Yosepha untuk menanggapinya. Persidangan kembali dilanjutkan pada Selasa (10 Januari 2023) dengan agenda tanggapan JPU terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa.
Penulis: JP