Kontroversi Kehadiran Polisi Berserjata di Sidang: Tim Advokasi Protes Keras
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi saksi bisu ketegangan yang memuncak pada Selasa, 16 Desember 2025, ketika Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), yang bertindak sebagai kuasa hukum Delpedro Marhaen dan rekan-rekannya, secara tegas memprotes kehadiran sejumlah personel kepolisian bersenjata di ruang sidang. Protes ini dilayangkan oleh kuasa hukum Delpedro, Nurkholis Hidayat, sesaat setelah jaksa penuntut umum selesai membacakan surat dakwaan terhadap keempat terdakwa.
“Kami ingin mendapatkan informasi, pertama, Yang Mulia, bahwa tidak boleh dalam persidangan ini ada aparat keamanan, apalagi menggunakan senjata,” ujar Nurkholis dengan tegas. “Yang Mulia sebaiknya membiarkan mereka untuk keluar dari ruangan ini untuk persidangan selanjutnya.”
Pantauan di lokasi sidang menunjukkan adanya empat anggota kepolisian yang telah hadir sejak awal, bahkan sebelum persidangan dimulai. Dua personel kepolisian tampak berjaga di sisi kanan dan kiri belakang kursi hakim, menambah aura ketegangan di dalam ruang sidang.
Seruan dukungan dari para pendukung Delpedro dan rekan-rekannya segera menggema di dalam ruang sidang, menyambut pernyataan Nurkholis. Teriakan “usir, usir, usir” sempat membuat suasana menjadi riuh. Namun, suasana panas tersebut segera diredam oleh hakim ketua yang mengingatkan pentingnya kerja sama untuk kelancaran persidangan.
“Persidangan ini akan berlangsung dengan sangat efektif jika kita semua bekerja sama dengan baik,” ujar hakim ketua. “Kita lagi mencari kebenaran, jangan dirusak dengan hal-hal yang bisa membuat ini tidak berjalan dengan lancar. Saya harapkan kerja samanya.”
Dakwaan Penghasutan dan Ajakan Anarkistis
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum mendakwa Delpedro selaku Direktur Eksekutif Lokataru, bersama tiga terdakwa lainnya, yaitu staf Lokataru Foundation Muzaffar Salim, mahasiswa Universitas Riau Khariq Anhar, dan admin akun @gejayanmemanggil Syahdan Husein, dengan tuduhan melakukan penghasutan melalui unggahan gambar dan narasi di media sosial.
Jaksa menduga keempat terdakwa berkolaborasi dalam menyebarkan konten yang bertujuan mengajak masyarakat untuk melakukan tindakan anarkistis. Bentuk kolaborasi yang dituduhkan meliputi pengunggahan bersama, saling membagikan ulang konten, serta penyelarasan narasi untuk memprovokasi.
Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan bahwa kepolisian telah menemukan setidaknya 80 unggahan dari platform media sosial Instagram yang dinilai bermuatan hasutan. Unggahan-unggahan tersebut diduga kuat bertujuan untuk memicu pelaksanaan demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus 2025. Konten-konten yang menjadi objek dakwaan ini diperoleh dari hasil patroli siber dan diunggah dalam periode 24 hingga 29 Agustus 2025.
“Dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah pada aplikasi media sosial Instagram oleh para terdakwa,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan.
Perbuatan para terdakwa dalam penyebaran konten tersebut juga dinilai sangat mengkhawatirkan karena diduga kuat memuat ajakan kepada para pelajar, yang mayoritas masih anak-anak, untuk terlibat dalam kerusuhan.
“Termasuk instruksi untuk meninggalkan sekolah, menutupi identitas, dan menempatkan mereka di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa anak,” tutur jaksa. “Sehingga mengakibatkan anak mengikuti unjuk rasa yang berujung anarkistis pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 30 Agustus 2025,” katanya.
Pasal-Pasal yang Dikenakan
Atas serangkaian dakwaan yang disampaikan oleh jaksa, Delpedro, Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar dijerat dengan beberapa pasal dalam undang-undang yang berlaku. Pasal-pasal tersebut meliputi:
- Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
- Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) UU ITE.
- Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Pasal 76H juncto Pasal 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan publik, tidak hanya terkait dengan substansi dakwaan penghasutan, tetapi juga dengan aspek penegakan hukum yang meliputi kehadiran aparat bersenjata di ruang sidang, yang menimbulkan pertanyaan serius mengenai prinsip keadilan dan hak-hak terdakwa.

















