Kasus pengadaan laptop berbasis Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus bergulir. Meskipun mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim belum menjalani sidang dakwaan secara langsung, perannya dalam kasus ini terkuak melalui pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap beberapa bawahannya.
Jaksa telah membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa utama dalam kasus ini:
* Sri Wahyuningsih: Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (2020-2021) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021.
* Ibrahim Arief: Mantan Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek.
* Mulyatsyah: Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021.
Dalam surat dakwaan tersebut, terungkap bahwa Nadiem Makarim diduga bersama-sama dengan Sri Wahyuningsih dan pihak lain telah berupaya memaksakan pengadaan laptop berbasis Chromebook meskipun terdapat berbagai kekurangan yang signifikan.
Penolakan Chromebook di Era Mendikbud Muhadjir Effendy
Sebelum Nadiem Makarim menjabat, PT Google Indonesia sebenarnya pernah menawarkan produk berbasis sistem operasi Chrome kepada Muhadjir Effendy, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada periode 2016-2019.
Pada akhir tahun 2018 hingga pertengahan 2019, produk Chromebook sempat diuji coba oleh pihak Kemendikbud. Uji coba ini merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan melalui pengadaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Tahun 2018 yang menyasar daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Namun, hasil uji coba yang dilakukan oleh tim Muhadjir Effendy menyatakan bahwa Chromebook tidak lulus. Alasan utama penolakan ini adalah kelemahan krusial dalam operasionalnya yang sangat bergantung pada ketersediaan jaringan internet. Pertimbangan ini menjadi sangat penting mengingat wilayah target program adalah daerah 3T yang infrastruktur jaringannya masih belum memadai.
Jaksa mengungkapkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025), bahwa “pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome terdapat kelemahan-kelemahan di sekolah-sekolah penerima bantuan dan akan tidak tercapainya tujuan arah pembangunan jangka menengah di bidang pendidikan.”
Atas dasar pertimbangan tersebut, Muhadjir Effendy tidak menyertakan Chromebook dalam perencanaan pengadaan. Hal ini dipertegas dengan penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler pada tanggal 22 Januari 2019. Permendikbud tersebut secara spesifik tidak menyebutkan Chrome OS sebagai sistem operasi yang dapat digunakan untuk pembelian komputer desktop dan laptop sebagai alat multimedia pembelajaran.
Arahan Nadiem Makarim yang “Meloloskan” Chromebook
Setelah dilantik menggantikan Muhadjir Effendy pada Oktober 2019, Nadiem Makarim disebut melakukan langkah cepat untuk memulai program digitalisasi pendidikan. Jaksa mengungkapkan bahwa Nadiem sudah mulai melakukan perencanaan pengadaan ini sejak sekitar bulan Juli-Agustus 2019, bahkan sebelum ia resmi dilantik.
Perencanaan awal ini terendus dari dua grup WhatsApp yang dibentuk oleh Nadiem: ‘Education Council’ dan ‘Mas Menteri Core Team’. Anggota kedua grup ini kelak menjadi tim internal Nadiem saat menjabat menteri, seperti Jurist Tan dan Fiona Handayani. Selain itu, grup ini juga beranggotakan pihak-pihak yang kemudian terlibat dalam perencanaan dan pengadaan, termasuk Najeela Shihab dari Yayasan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri, yang kemudian dipersiapkan menjadi pejabat eselon 1 di Direktorat Jenderal PAUDasmen Kemendikbud.
Pada 2 Januari 2020, Nadiem Makarim secara resmi melantik Jurist Tan dan Fiona Handayani sebagai staf khusus menteri. Saat pelantikan tersebut, Nadiem memberikan instruksi tegas kepada seluruh pejabat kementerian.
Jaksa mengutip pernyataan Nadiem, “Terdakwa Nadiem Anwar Makarim memberikan kekuasaan yang luas kepada Jurist Tan dan Fiona Handayani kemudian menyampaikan kepada pejabat Eselon 1 dan 2 di Kemendikbud bahwa ‘Apa yang dikatakan Jurist Tan dan Fiona Handandi adalah kata-kata saya.’”
Kedua staf khusus tersebut kemudian menjalankan peran strategis dalam memberikan masukan kebijakan di sektor pendidikan, termasuk dalam program Merdeka Belajar, dan terlibat secara integral dalam proses pengadaan Chromebook.
Berdasarkan uraian surat dakwaan, Nadiem Makarim kerap memberikan arahan dan perintah agar Chromebook menjadi produk pilihan yang akan dibeli oleh kementerian, yang kemudian berganti nama menjadi Kemendikbudristek.
Salah satu momen krusial adalah ketika terdakwa Ibrahim Arief, yang saat itu menjabat sebagai konsultan teknologi sekaligus tim teknis, masih menunjukkan keraguan untuk mendorong Chromebook. Ibrahim Arief awalnya ditugaskan untuk membuat kajian perbandingan produk laptop dari berbagai produsen.
Pada 21 Februari 2020, setelah bertemu dengan pihak Google, Ibrahim Arief memaparkan temuannya di hadapan Nadiem Makarim. Dalam paparannya, Ibrahim menyinggung keterbatasan Chromebook terkait koneksi dan kompatibilitas dengan aplikasi Kemendikbud RI, serta menegaskan bahwa PC berbasis Windows tetap dibutuhkan oleh sekolah-sekolah.
Menanggapi pemaparan tersebut, jaksa mengungkapkan bahwa Nadiem Anwar Makarim menyatakan, “You Must Trust The Giant.”
Setelah mendengar arahan tersebut, Ibrahim Arief alias Ibam kemudian menyusun kajian yang mengarah pada produk Chromebook. Arahan-arahan Nadiem Makarim ini kemudian dilaksanakan, yang berujung pada terpilihnya Chromebook sebagai produk utama dalam program digitalisasi pendidikan.
Keputusan ini dinilai bermasalah karena pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome tidak didasarkan pada identifikasi kebutuhan yang cermat. Lebih lanjut, pengadaan ini juga diarahkan untuk menggunakan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management (CDM) / Chrome Education Upgrade, yang dinilai tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Kerugian Negara dan Dugaan Pengayaan Diri
Tindakan Nadiem Makarim bersama-sama pihak lain ini diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,1 triliun. Kerugian ini terbagi dalam dua pos utama:
- Pengadaan laptop berbasis Chromebook: Menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 atau sekitar Rp 1,5 triliun.
- Pengadaan Chrome Device Management (CDM): Menyebabkan kerugian negara sebesar 44.054.426 dollar Amerika Serikat. Dengan konversi kurs terendah antara 2020-2020 sebesar Rp 14.105, kerugian ini mencapai Rp 621.387.678.730 atau sekitar Rp 621,3 miliar.
Jaksa menilai pengadaan CDM ini merugikan negara karena tidak sesuai dengan kebutuhan program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek pada saat itu.
Jaksa juga mengungkapkan dugaan bahwa tindakan Nadiem Makarim dalam pengadaan Chromebook semata-mata bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
“Hal itu dilakukan terdakwa Nadiem Anwar Makarim semata-mata hanya untuk kepentingan bisnisnya agar Google meningkatkan investasi penyetoran dana ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB),” tegas jaksa.
Nadiem Makarim diduga telah mengetahui sejak awal bahwa produk Chromebook tidak dapat digunakan secara optimal oleh siswa dan guru di daerah 3T. Ia juga dituding menyalahgunakan wewenangnya untuk mengarahkan spesifikasi pengadaan, yang pada akhirnya menjadikan Google sebagai satu-satunya pemegang kendali ekosistem pendidikan di Indonesia.
Dalam kasus ini, Nadiem Makarim diduga telah memperkaya diri sendiri hingga Rp 809,5 miliar.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu, terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809,5 miliar,” ungkap jaksa.
Keuntungan pribadi yang diterima Nadiem Makarim disebut berasal dari investasi Google ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) melalui PT Gojek Indonesia. Jaksa menjelaskan, sumber dana PT AKAB sebagian besar berasal dari total investasi Google ke PT AKAB sebesar 786.999.428 dollar Amerika Serikat. Hal ini tercermin dari kekayaan Nadiem Makarim yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2022, di mana perolehan harta jenis surat berharga mencapai Rp 5.590.317.273.184.
Memperkaya Pihak Lain dan Perusahaan
Selain diduga memperkaya diri sendiri, Nadiem Makarim bersama bawahannya juga dituding telah memperkaya 24 pihak lain dalam perkara ini. Jaksa menguraikan bahwa terdapat 12 perusahaan atau produsen elektronik yang meraup keuntungan signifikan dari pengadaan Chromebook:
- PT Supertone (SPC) sebesar Rp 44.963.438.116,26
- PT Asus Technology Indonesia (ASUS) sebesar Rp 819.258.280,74
- PT Tera Data Indonesia (AXIOO) sebesar Rp 177.414.888.525,48
- PT Lenovo Indonesia (Lenovo) sebesar Rp 19.181.940.089,11
- PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrexx) sebesar Rp 41.178.450.414,25
- PT Hewlett-Packard Indonesia (ponsel) sebesar Rp 2.268.183.071,41
- PT Gyra Inti Jaya (Libera) sebesar Rp 101.514.645.205,73
- PT Evercoss Technology Indonesia (Evercross) sebesar Rp 341.060.432,39
- PT Dell Indonesia (Dell) sebesar Rp 112.684.732.796,22
- PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan) sebesar Rp 48.820.300.057,38
- PT Acer Indonesia (Acer) sebesar Rp 425.243.400.481,05
- PT Bhinneka Mentari Dimensi sebesar Rp 281.676.739.975,27
Selain itu, Mariana Susy selaku rekanan PT Bhinneka Mentari Dimensi juga diduga menerima keuntungan sebesar Rp 5,15 miliar.
Pengadaan Chromebook ini juga diduga telah memperkaya sejumlah pejabat di lingkungan Kemendikbudristek secara tidak sah. Beberapa di antaranya adalah:
- Harnowo Susanto (PPK yang menunjuk PT Bhinneka Mentari Dimensi): Menerima Rp 300 juta.
- Dhany Hamiddan Khoir (PPK SMA): Menerima Rp 200 juta dan 30.000 dollar Amerika Serikat.
- Purwadi Sutanto dan Suhartono Arham (PPK SMA): Masing-masing menerima 7.000 dollar Amerika Serikat.
- Wahyu Haryadi (PPK SD): Menerima Rp 35 juta.
- Nia Nurhasanah (PPK PAUD): Menerima Rp 500 juta.
- Hamid Muhammad (Plt. Dirjen PAUD Dasmen): Menerima Rp 75 juta.
- Jumeri (Dirjen PAUDasmen): Menerima Rp 100 juta.
- Susanto: Menerima Rp 50 juta.
- Muhammad Hasbi (Kuasa Pengguna Anggaran PAUD): Menerima Rp 250 juta.
- Mulyatsyah: Menerima 120.000 dollar Singapura dan 150.000 dollar Amerika Serikat.
Perbuatan Nadiem Makarim bersama Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim Arief ini didakwakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

















