Vonis Korupsi LPEI: Tiga Petinggi PT Petro Energy Dijatuhi Hukuman
JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Selasa, 16 Desember 2035, menjatuhkan vonis kepada tiga petinggi PT Petro Energy (PE) terkait perkara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Ketiganya dinyatakan bersalah dan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Tiga terdakwa yang dimaksud adalah:
* Newin Nugroho, selaku Direktur Utama PT Petro Energy.
* Susy Mira Dewi Sugiarta, selaku Direktur Keuangan PT Petro Energy.
* Jimmy Masrin, selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori membacakan amar putusan yang menyatakan bahwa para terdakwa telah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga terbukti melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Rincian Hukuman yang Dijatuhkan
Majelis Hakim menjatuhkan hukuman yang berbeda kepada masing-masing terdakwa, mencerminkan peran dan tingkat keterlibatan mereka dalam perkara tersebut.
- Terdakwa I, Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy): Dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan kurungan penjara selama 4 bulan.
- Terdakwa II, Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT Petro Energy): Dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta. Sanksi subsider jika denda tidak dibayarkan adalah kurungan penjara selama 4 bulan.
- Terdakwa III, Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy): Menjadi terdakwa yang menerima hukuman terberat. Ia divonis pidana penjara selama 8 tahun, denda sebesar Rp 250 juta, dan subsider 4 bulan kurungan penjara. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 32.691.551,88. Jika uang pengganti ini tidak dipenuhi, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Argumen Pihak Terdakwa
Menanggapi putusan tersebut, penasihat hukum Terdakwa III, Jimmy Masrin, yaitu Soesilo Aribowo, menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan tidak sepenuhnya mencerminkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Menurut Soesilo, perkara ini dinilai secara tidak utuh, karena lebih menitikberatkan pada satu sudut pandang tanpa mempertimbangkan seluruh rangkaian bukti dan keterangan lain yang telah disampaikan.
Soesilo menambahkan bahwa dalam putusan ini, peran Komisaris, Presiden Direktur, dan Direktur diperlakukan seolah sama, padahal secara faktual dan yuridis, peran tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Ia juga menyoroti bahwa putusan tersebut tidak menyinggung aspek-aspek penting seperti kepailitan, skema cicilan, maupun angsuran yang selama ini berjalan. Padahal menurutnya, fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa perkara ini sejatinya merupakan sengketa perdata.
Lebih lanjut, Soesilo mengkritisi bahwa kerugian negara tidak dijelaskan secara konkret, baik dari segi jumlah maupun metode perhitungannya. Ia menilai bahwa perkara ini dipaksakan masuk ke ranah pidana, yang justru menimbulkan banyak kejanggalan.
Bantahan Terdakwa atas Niat Jahat
Dalam pledoi yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim pada Kamis, 27 November 2025, Jimmy Masrin sendiri telah menegaskan bahwa sejak awal tidak pernah ada niat jahat di balik tindakan yang dipermasalahkan. Ia menyatakan bahwa seluruh keputusan yang diambil didasarkan pada pertimbangan bisnis yang matang dan komitmen terhadap keberlangsungan usaha. Semua tindakan tersebut, menurutnya, dilakukan dalam koridor kesepakatan yang telah ditetapkan.
Jimmy Masrin juga secara tegas membantah tuduhan memperkaya diri sendiri. “Tidak ada sepeserpun uang yang diperoleh, masuk ke kantong pribadi saya,” tegasnya, menyangkal adanya keuntungan pribadi dari perkara yang menjeratnya.
Perkara ini menjadi sorotan publik mengenai bagaimana sengketa bisnis dapat beralih ke ranah pidana, serta bagaimana peran dan tanggung jawab masing-masing individu dalam struktur perusahaan dinilai oleh pengadilan. Keputusan pengadilan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai penerapan hukum dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi perusahaan.

















