Jerat Janji Pernikahan: Kisah Tragis ABG di Bangka Selatan Berakhir di Meja Hijau
Hubungan asmara yang seharusnya menjadi masa indah penuh harapan bagi dua remaja di Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, justru berakhir pahit dan menyeret mereka ke ranah hukum. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bangka Selatan berhasil mengungkap dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur, yang dilakukan dengan modus bujuk rayu dan janji palsu pernikahan.
Kasus ini mulai terkuak setelah orang tua korban melaporkan kejadian yang menimpa putri mereka ke pihak kepolisian pada tanggal 8 Desember 2025. Melalui serangkaian penyelidikan mendalam, petugas kepolisian berhasil mengungkap perkara ini hanya tiga hari berselang, tepatnya pada 11 Desember 2025.
Modus Operandi Licik di Balik Janji Palsu
Terduga pelaku, yang berbekal janji pernikahan, berhasil menjalankan aksi bejatnya secara berulang kali selama kurun waktu satu tahun terakhir. Janji manis ini menjadi senjata ampuh untuk merayu korban yang masih belia, sehingga korban terperdaya dan menuruti segala keinginan pelaku.
Barang bukti yang menunjukkan keseriusan kasus ini ditampilkan oleh penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Bangka Selatan. Dibungkus rapi dalam plastik bening berukuran besar, terlihat pakaian korban yang diduga dikenakan saat peristiwa terjadi. Benda-benda tersebut meliputi satu helai kaos berlengan panjang, celana panjang berwarna hitam, dan pakaian dalam berwarna merah.
Kronologi Pengungkapan Kasus
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bangka Selatan, Bripka M. Kurniawan, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur ini berfokus pada wilayah Toboali. Kasus ini melibatkan korban dan terlapor yang keduanya masih berusia di bawah 18 tahun.
“Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan orangtua korban yang kami terima pada 8 Desember 2025,” ujar Bripka M. Kurniawan kepada awak media di Toboali, Rabu (17/12/2025). “Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan, kasus tersebut berhasil kami ungkap tiga hari kemudian, yaitu pada tanggal 11 Desember 2025.”
Menurut keterangan Bripka M. Kurniawan, korban diketahui berinisial MP, seorang pelajar berusia 14 tahun yang merupakan warga Kecamatan Toboali. Sementara itu, pelaku berinisial An, seorang pelajar berusia 17 tahun yang berasal dari Kecamatan Tukak Sadai.
Terbongkarnya kasus ini berawal dari kecurigaan orang tua korban yang melihat perubahan sikap dan perilaku anaknya yang tidak wajar. Melalui interogasi langsung, ayah korban terkejut bukan kepalang mendengar pengakuan putrinya yang diduga telah menjadi korban persetubuhan anak di bawah umur.
Berdasarkan laporan yang dibuat oleh ayah korban, hasil penyelidikan mengungkap bahwa korban dan pelaku telah menjalin hubungan asmara selama kurang lebih satu tahun terakhir. Dalam rentang waktu tersebut, pelaku terus melancarkan aksinya dengan menggunakan janji pernikahan sebagai modus utama bujuk rayunya.
“Modusnya adalah bujuk rayu. Pelaku menjanjikan akan menikahi korban sehingga korban mengikuti keinginan pelaku,” jelas Bripka M. Kurniawan.
Perbuatan Berulang dan Penangkapan Pelaku
Perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh pelaku tidak hanya terjadi sekali, melainkan berulang kali sejak tahun 2024. Peristiwa terakhir yang terungkap diketahui terjadi pada Sabtu, 8 November 2025, sekitar pukul 22.30 WIB, di area publik kawasan pesisir pantai di Kecamatan Toboali.
Dalam proses pengungkapan lebih lanjut, Unit PPA Polres Bangka Selatan mendapatkan informasi mengenai keberadaan terlapor di rumahnya, yang terletak di salah satu desa di Kecamatan Tukak Sadai. Tim petugas segera mendatangi lokasi pada Kamis, 11 Desember 2025, sekitar pukul 05.30 WIB. Setelah dilakukan pemeriksaan awal, terlapor mengakui seluruh perbuatannya.
Selanjutnya, penyidik menetapkan An sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan melakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur peradilan anak. Polisi juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berupa pakaian milik korban yang diduga dikenakan saat kejadian.
“Di antaranya satu helai baju, celana panjang, dan pakaian dalam,” ungkap Bripka M. Kurniawan.
Proses Hukum dan Upaya Perlindungan Anak
Atas perbuatannya, pelaku An disangkakan melanggar Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, juncto Pasal 64 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun.
Meskipun demikian, penanganan perkara ini tetap mengedepankan sistem peradilan pidana anak, mengingat terlapor masih berstatus pelajar dan berada di bawah umur. Proses hukum yang dijalankan dilakukan dengan pendampingan dari pihak-pihak terkait sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bripka M. Kurniawan menegaskan bahwa kasus ini menjadi pengingat pentingnya peran keluarga dan lingkungan dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan seksual. Kepolisian berkomitmen untuk menindak tegas setiap bentuk tindak pidana yang menimpa anak, sekaligus memberikan perlindungan maksimal kepada para korban sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Kami mengimbau para orang tua agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap pergaulan anak serta tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan indikasi kekerasan atau eksploitasi terhadap anak,” tegasnya.
















