Pemberantasan Aplikasi “Mata Elang”: Upaya Komdigi Melindungi Data Nasabah dari Kebocoran Ilegal
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia mengambil langkah tegas dengan menghapus delapan aplikasi yang diduga kuat menyebarkan data nasabah secara ilegal. Praktik yang dikenal sebagai “mata elang” (matel) ini telah meresahkan masyarakat karena memanfaatkan data pribadi untuk tujuan penagihan utang kendaraan bermotor.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan penghapusan (delisting) terhadap delapan aplikasi digital yang terafiliasi dengan praktik mata elang kepada platform digital terkait, yaitu Google. “Komdigi telah mengajukan permohonan penghapusan (delisting) terhadap delapan aplikasi digital yang berkaitan dengan praktik mata elang kepada pihak platform digital terkait, yakni Google dalam hal ini,” ungkap Alexander Sabar dalam keterangan tertulis pada Jumat, 19 Desember 2025.
Dari total delapan aplikasi yang menjadi target, enam di antaranya dilaporkan sudah tidak aktif lagi. Sementara itu, dua aplikasi lainnya masih dalam proses verifikasi dan penghapusan oleh pihak platform. Salah satu aplikasi yang menjadi sorotan dan telah dihapus oleh Komdigi adalah ‘BestMatel’. Aplikasi ini diketahui dapat dengan mudah diunduh oleh siapa saja melalui platform digital.
Cara Kerja Aplikasi “Mata Elang” dan Dampaknya
Aplikasi mata elang dirancang untuk memudahkan para “mata elang” dalam mencari dan mengidentifikasi kendaraan yang bermasalah dengan pembayaran kredit. Mekanisme kerjanya cukup sederhana:
- Basis Data Masif: Aplikasi ini menyimpan jutaan data kendaraan yang tercatat mengalami tunggakan kredit.
- Pencarian Berbasis Nomor Polisi: Pengguna aplikasi hanya perlu memasukkan nomor polisi (nopol) kendaraan yang melintas untuk memeriksa status kreditnya.
- Informasi Lengkap: Jika kendaraan tersebut memiliki tunggakan kredit, aplikasi akan menampilkan informasi detail, termasuk nomor mesin, jenis motor, data debitur, dan informasi perusahaan pembiayaan (leasing).
Dengan informasi yang diperoleh dari aplikasi ini, para pelaku mata elang dapat dengan mudah melakukan penarikan kendaraan di jalan raya atau lokasi-lokasi strategis lainnya. Hal ini tentu saja merugikan nasabah yang datanya disalahgunakan.
Penyelidikan Lebih Lanjut dan Dasar Hukum
Tak hanya berfokus pada penghapusan aplikasi, Komdigi juga berjanji untuk melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan praktik penjualan dan penyalahgunaan data nasabah kendaraan bermotor. Alexander Sabar menegaskan bahwa penanganan terhadap aplikasi mata elang ini dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Proses penindakan, lanjut Alexander, dilakukan melalui serangkaian tahapan yang meliputi pemeriksaan, analisis, hingga rekomendasi pemutusan akses atau penghapusan aplikasi. Rekomendasi ini didasarkan pada surat resmi yang dikeluarkan oleh instansi pengawas sektor terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Untuk dua aplikasi yang masih dalam proses penghapusan, Komdigi akan terus berkoordinasi dengan pihak platform digital guna memastikan ruang digital tetap aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Skala Kebocoran Data yang Mengkhawatirkan
Fenomena kebocoran data pribadi bukanlah hal baru di Indonesia. Pengamat siber, Alfons Tanujaya, mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam terkait skala kebocoran data di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa lebih dari 200 juta data kependudukan masyarakat Indonesia telah bocor dan bahkan dapat diunduh dengan mudah.
“Data kependudukan Indonesia 200 juta lebih sudah bocor, tinggal download data KK sudah bocor, kamu tinggal download. Kamu punya uang, kamu bayar, kamu bisa download. Itu dijual (datanya),” ujar Alfons.
Ia menambahkan bahwa sekali data pribadi bocor, data tersebut akan terus tersebar dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Data yang bocor ini mencakup informasi yang sangat detail, mulai dari nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, nama orang tua, nama gadis ibu kandung, riwayat kepemilikan kendaraan (BPKB), nomor telepon, hingga riwayat kesehatan dan vaksinasi.
“Bisa tahu namanya siapa, lahir di mana, tanggalnya berapa, tinggal di mana, orang tuanya siapa, nama gadis ibu kandungnya siapa, dia pernah punya mobil apa aja BPKB, lalu dia nomor telponnya berapa, handphonenya apa, lalu apakah dia pernah sakit, vaksinnya berapa kali, itu semua sudah bocor,” tegas Alfons.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika data nasabah yang mengalami masalah kredit pun dapat bocor dan termuat dalam aplikasi mata elang.
Pelanggaran Hukum dan Solusi yang Ditawarkan
Menurut Alfons Tanujaya, penyebaran data nasabah melalui aplikasi mata elang merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Aplikasi seperti Dewa Matel dan sejenisnya secara jelas melanggar hukum karena memungkinkan akses terhadap data kendaraan yang bersifat pribadi, seperti plat nomor, nomor mesin, nomor rangka, nama lembaga pembiayaan, nama pemilik, tahun kendaraan, dan warna kendaraan.
Namun, Alfons juga mengakui kompleksitas masalah ini, terutama dari sisi perusahaan pembiayaan (leasing) yang harus berhadapan dengan nasabah yang enggan membayar cicilan. Proses hukum untuk menarik kendaraan yang menunggak seringkali memakan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sebanding dengan nilai kredit nasabah.
“Karena itulah maka lembaga pembiayaan mencari cara lain, salah satunya dengan menggunakan debt collector atau Matel,” tutur Alfons.
Untuk mengatasi akar masalah, Alfons menyarankan agar pihak-pihak yang menyuplai data nasabah ke aplikasi mata elang harus ditelusuri dan ditindak secara hukum. Terdapat kemungkinan bahwa perusahaan pembiayaan menggunakan jasa pihak ketiga (outsourcing) untuk menagih kredit macet. Antar lembaga outsourcing ini kemudian saling berkomunikasi dan berbagi data, yang akhirnya dijadikan basis data oleh aplikasi mata elang untuk mempermudah operasional mereka.
Kekhawatiran utama adalah data nasabah yang sudah tersebar luas dalam aplikasi mata elang dapat disalahgunakan untuk berbagai tujuan ilegal, termasuk penipuan.
Batasan Penggunaan Data Nasabah
Alfons Tanujaya menekankan pentingnya penggunaan data nasabah, bahkan yang mengalami kredit bermasalah, harus dilakukan secara hati-hati dan tidak sembarangan. Hal ini berlaku pula bagi perusahaan pemberi kredit itu sendiri, meskipun mereka memiliki hubungan legal dengan nasabah.
Jika pihak leasing ingin melakukan penarikan kendaraan terhadap nasabah yang menunggak, mereka harus didukung oleh dokumen-dokumen yang sah. “Misalkan ada surat tugas, untuk nomor plat berapa, namanya siapa, itu harus ada informasi dan surat resmi yang formal,” jelas Alfons.
Penggunaan data nasabah yang hanya didapatkan dari aplikasi mata elang tanpa dasar hukum yang kuat merupakan pelanggaran hukum yang serius dan tidak dapat dibenarkan.

















