Peristiwa bentrokan antara tim Terpadu Kota Batam dengan masyarakat Rempang Galang mendapatkan perhatian dari seluruh lapisan sosial, baik tingkat daerah maupun nasional. Dengan adanya perhatian itu seorang anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Uba Ingan Sigalingging mengatakan bahwa kehadiran hukum itu berfungsi untuk melindungi rakyat bukan sekedar melindungi investor.
“Rakyat itu harus menjadi hukum tertinggi, hari ini sudah terbalik. Justru investasi yang menjadi hukum tertinggi, bahkan rakyat hanya menjadi tumbal investasi. Saya kira rakyat sekarang sudah menjadi benda material semata alias komoditas oleh pemerintah di negeri ini yang kapan saja setiap saat bisa menggesernya. Padahal esensial manusia itu yang mendasar karena dia punya budaya dan punya sejarah, karena tanpa itu maka tidak termaksud kategori manusia. Justru penghormatan terhadap manusia ini didasarkan atas aspek sosial, budaya dan sejarahnya. Saat ini BP Batam dengan sengaja mengabaikan itu karena ada tekanan yang harus mereka jalankan atas nama investasi,” kata Uba Ingan Sigalingging secara khusus kepada jurnalis Batampena.com kala ditemui di kediamannya seputaran Batam Centre, Jumat (08 September 2023).
Uba Ingan Sigalingging mempertanyakan perihal investasi yang dilakukan oleh pihak PT Makmur Elok Graha harus sampai mengorbankan masyarakat tempatan yang berdomisili di Rempang dan Galang, Kota Batam – Provinsi Kepri.
“Tentu pertanyaannya buat kita, kenapa investasi ini harus sampai mengorbankan rakyatnya? Saya mengutip beberapa informasi dari media bahwa ini karena investasi PT MEG yang investornya adalah Pak Tommy Winata dan ini menimbulkan ketakutan bagi seluruh aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum. Kalau itu yang terjadi maka kita harus membicarakn ulang status kita sebagai warga negara dalam kontes bernegara di Indonesia. Artinya dalam peristiwa Rempang Galang ini, bukan lagi negara yang mengatur investor melainkan investor yang telah mengatur negara,” ujar Uba Ingan Sigalingging.
Uba Ingan Sigalingging menyebutkan jika benar negara sudah diatur investor maka sudah wajar peristiwa kerusuhan di Rempang Galang pada hari Kamis (07 September 2023) silam. “Kalau prakteknya dalam negara sudah diatur oleh investor maka tentu kita memaklumi apa yang terjadi di Rempang Galang. Tetapi kalau negara yang mengatur investasi maka rasa hormat terhadap kemanusiaan itu harus didahulukan dan dijunjung tinggi. Karena seharusnya BP Batam memiliki orang-orang yang mampu berdialog dalam kontes adap dan hal-hal yang berhubungan dengan aspek sosial, budaya dan sejarah. Itu merupakan aspek yang menyangkut kesadaran manusia bukan property yang bisa digeser ke sana dan kemari,” ucap Uba Ingan Sigalingging.
Uba Ingan Sigalingging menjelaskan andai saja masyarakat di Rempang dan Galang mau direlokasi itu berkat kesadaran pribadi bukan karena tekanan dari aparat penegak hukum yang mengarahkan moncong senjatanya untuk menekan rakyat guna mengosongkan lahan tersebut. “Kalau memang masyarakat secara sadar dan sukarela keluar dari habitat sosial, budaya dan sejarahnya itu keputusan yang berdasarkan kesadaran penuh yang mereka lakukan bukan karena senjata. Namun hari ini masyarakat dipaksa dengan senjata untuk tercabut dari akar sosial, budaya dan sejarahnya maka ini lebih parah dan lebih sadis yang dilakukan VOC (Belanda masa penjajahan) pada dulu kalanya,” kata Uba Ingan Sigalingging.

(Sumber foto: Dokumentasi pribadi Uba Ingan Sigalingging)
Uba Ingan Sigalingging juga menyampaikan bahwa pada masa Bapak Soekarno menjadikan rakyat sebagai dasar berdirinya dan tegaknya cita-cita Bangsa dan Negara Indonesia. “Hari-hari ini jika kita kaitkan dengan founding Father bangsa ini maka keadaannya sudah terbalik karena investasi sudah menjadi cita-cita dan rakyat sekarang menjadi tumbalnya. Situasi ini sangat menyedihkan bagi saya karena republik yang dibangun oleh founding Father ini menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat Indonesia. Sekarang tidak terlihat lagi hal itu,” ujar Uba Ingan Sigalingging.
Dalam kesempatan itu, Uba Ingan Sigalingging juga melihat upaya masyarakat Rempang Galang untuk mempertahankan harga diri, martabat sampai menutup akses jalan serta menghalangi petugas tim Terpadu Kota Batam untuk mengukur lahan tidak pantas digolongkan sebagai pelaku tindak pidana.
“Masyarakat itu melakukan upaya bertahan untuk mempertahankan harga diri dan martabat serta keluarganya sebagai manusia. Mereka itu didatangi oleh aparat yang bersiat militeristik dalam posisi seperti itu secara akal sehat maka siapapun manusia yang menghadapi seperti itu akan menolak dan melakukan perlawanan. Jika itu menjadi dasar untuk menghukum mereka maka wilayah Rempang Galang itu tergolong daerah operasi militer dan artinya siapapun bisa disalahkan. Karena masyarakat yang bertahan demi harkat, martabat dan harga dirinya harus dibebaskan oleh Kepolisian tanpa syarat,” ucap Uba Ingan Sigalingging.
Pada tanggal 07 September 2023 silam pihak Polresta Barelang telah mengamankan 8 orang yang diduga sebagai dalang kerusuhan di Rempang Galang. Selanjutnya Kapolresta Barelang, Kombespol Nugroho Tri Nuryanto menyatakan bahwa 7 dari 8 orang yang ditangkap dalam kerusuhan Rempang Galang telah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan 7 orang sebagai tersangka itu berdasarkan perbuatan yang telah dilakukan bahwa telah melawan petugas aparat gabungan saat ingin masuk ke Pulau Rempang.
Masih menurut analisa Uba Ingan Sigalingging bahwa seharusnya proses hukum berjalan kepada pihak aparat yang berani dalam menembak gas air mata. “Seharusnya yang diselidiki itu penggunaan gas air mata itu. Itu harus dijelaskan, bagaimana SOP [standar operasional prosedur] dalam penggunaan gas air mata? Loh masyarakat tidak melawan, kalau tadi ada aparat yang terluka dan diserang dengan senjata mereka bisa menggunakan, masyarakat itu hanya bertahan. Saya bayangkan rumah saya didatangi orang dan saya adalah orang yang paling tolol di dunia kalau saya tetap diam karena harga diri tadi dan saya menghormati mereka yang memperjuangankan hak kehormatan harga diri, marwah dan martabat,” kata politisi Partai Hanura Provinsi Kepri itu.
Uba Ingan Sigalingging menegaskan bahwa penangkapan dan penetapan tersangka terhadap masyarakat Rempang Galang itu merupakan bentuk intimidasi yang dilakukan oleh penegak hukum. “Saya kira penangkapan dan penetapan tersangka beberapa orang masyarakat Rempang Galang merupakan bentuk intimidasi melalui hukum, dan memang ini modus di banyak tempat di Indonesia selalu begitu. Pejuang lingkungan, pejuang hak asasi manusia, pembela masyarakat selalu diperlakukan seperti itu jadi itu bukan praktek yang baru melainkan itu modus. Harusnya aparat mengetahui posisi beberapa masyarakat yang ditersangkakan itu tidak pantas diperlakukan seperti itu,” ucap Uba Ingan Sigalingging.
Uba Ingan Sigalingging juga mempertanyakan maksud tujuan tim terpadu Kota Batam datang ke Pulau Rempang dan Galang. Kalau maksud dan tujuan tim Terpadu Kota Batam datang ke Rempang Galang untuk mengukur, kenapa harus bersama pasukan Brimob dan membawa mobil water cannon, gas air mata? “Brimob itu pasukan tempur dan ditambah lagi dengan pasukan TNI. Tentu ini menjadi pertanyaan-pertanyaan. Dalam kondisi ini masyarakat diprovokasi, siapa yang memprovokasi masyarakat? Ya aparat. Jadi BP Batam harus bertanggungjawab. Pihak kepolisian mengatakan ada pihak yang memprovokasi maka saya katakan BP Batam yang memprovokasi. Jadi jangan dibalik seolah-olah masyarakat yang memprovokasi karena masyarakat itu defense atau bertahan jadi mereka bukan orang-orang yang melakukan tindakan anarkis yang bertentangan dengan hukum,” ujar mantan aktivis Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak).
Uba Ingan Sigalingging menegaskan jika benaran polisi mau melakukan penegakan hukum dan memeriksa dalang yang memprovokasi di Rempang Galang itu adalah BP Batam. “Kalau mau memperiksa maka periksalah BP Batam karena mengeluarkan tindakan sehingga terjadi hal seperti itu,” kata Uba Ingan Sigalingging.
Masih menurut keterangan Uba Ingan Sigalingging bahwa ia telah mengadukan peristiwa kerusuhan di Pulau Rempang dan Galang ke Komnas HAM RI. “Kemarin saya menyampaikan kepada Komisioner bagian pengaduan di Komnas HAM RI atas nama Harri Kurniawan. Dalam pertemuan itu saya menyampaikan bahwa ada tragedi kemanusiaan di Rempang dan Galang, tentu dalam hal itu kami meminta Komnas HAM RI untuk menyikapi peristiwa tersebut. Komnas HAM harus mampu menjamin keselamatan warga khususnya Bapak Gerisman (Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan disingkat Keramat) dan hal itu sudah dilakukan Komnas HAM RI. Selanjutnya kami meminta agar warga Rempang Galang tidak dikriminalisasi dalam bentuk-bentuk praktek tekanan militer atau pendekatan militeristik dan atau intimidasi secara hukum dan Komnas HAM juga sudah menyampaikan itu. Berikutnya kami meminta BP Batam untuk merilis semacam informasi ke publik bahwa telah terjadi penyerangan kepada masyarakat sipil di Rempang Galang,” ucap Uba Ingan Sigalingging.
Uba Ingan Sigalingging menceritakan kisah pertemuan dengan pihak Komnas HAM RI. “Yang menarik dalam pembicaraan kami bahwa ada surat yang ditulis Komnas HAM kepada BP Batam, Polda Kepri untuk meminta penjelasan dan klarifikasi terkait laporan yang pernah dibuat masyarakat Rempang dan Galang diwakili oleh Keramat. Tetapi sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata belum ada klarifikasi atau penjelasan tetapi sudah terjadi penyerangan terhadap warga masyarakat. Karena hal itu kami minta kepada Komnas HAM untuk menyikapi hal tersebut dan Komnas HAM menyadari bahwa BP Batam dan Polda Kepri mengabaikan surat dari Komnas HAM tersebut. Kesimpulan dari sini ada arogansi karena Komnas HAM sebagai Lembaga Negara itu diabaikan. Tentu menimbulkan pertanyaan kepada kita, bagaimana dengan masyarakat sipil? Mudah-mudahan ada jalan dan solusi terbaik untuk masalah yang dialami oleh masyarakat Rempang Galang,” ujar Uba Ingan Sigalingging.
Uba Ingan Sigalingging menjabarkan bahwa pada hari Senin (11 September 2023) BP Batam dan Polda Kepri dipanggil untuk hadir di Komnas HAM RI guna memberikan klarifikasi atau penjelasan terkait peristiwa Rempang Galang.
Dalam kesempatan itu, Uba Ingan Sigalingging meminta kepada pihak kepolisian dan militer untuk menghormati warga sipil yang berdomisili di Rempang dan Galang. Jangan memperlakukan mereka seolah-olah daerah Rempang dan Galang ini seolah-olah daerah operasi militer.

Sumber foto: JP – Batampena.com
“Hari-hari ini saya mendapatkan laporan dari masyarakat di sana bahwa telah dibangun posko-posko polisi, militer dan sebagainya. Kami anggap itu sebagai tindakan dan pengawasan ataupun pengendalian yang membuat masyarakat sangat ketakutan. Kecuali tadi ada pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Rempang Galang sebagai status DOM [Daerah Operasi Militer] maka silahkan, tetapi sepanjang yang kami ketahui Presiden belum pernah mengatakan Rempang Galang sebagai daerah operasi militer maka jangan dilakukan hal-hal yang mengintimidasi dan mengancam masyarakat di sana. Posisi aparat itu di tengah bukan di depan berhadap-hadap dengan rakyat. Semua perlengkapan mulai dari kaos kaki, sepatu sampai senjata itu uang rakyat maka gunakan itu untuk menjaga kehormatan rakyat bukan menjaga kehormatan investor. Ini penting untuk digarisbawahi karena Republik ini kedaulatan di tangan rakyat, tidak ada di konstitusi kedaulatan itu di tangan investor,” kata Uba Ingan Sigalingging.
Penulis: JP