Keresahan Warga Desa Manjung: Pengawasan Santri dan Kasus Kematian yang Meresahkan
Kehidupan di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri, belakangan ini diwarnai oleh gelombang keresahan di kalangan warganya. Akar masalahnya berpusat pada Pondok Pesantren (Ponpes) Santri Manjung, yang menurut penuturan warga, menunjukkan kelemahan signifikan dalam hal pengawasan terhadap para santri. Kekhawatiran ini semakin memuncak dengan adanya laporan mengenai kejanggalan dalam kematian salah seorang santri, meskipun pihak kepolisian telah turun tangan untuk melakukan penyelidikan mendalam. Warga pun menyuarakan harapan agar aktivitas pondok pesantren dapat dihentikan sementara waktu sampai kasus ini tuntas demi menjaga ketertiban dan keselamatan seluruh santri.
Lemahnya Pengawasan, Celah Masalah yang Terbuka
Keresahan warga Desa Manjung terhadap Ponpes Santri Manjung bukanlah isu yang baru muncul. Sejak lama, mereka telah merasakan adanya ketidakmaksimalan dalam sistem pengawasan yang diterapkan di pondok pesantren tersebut. Salah seorang warga yang memilih untuk tidak disebutkan namanya mengungkapkan bahwa kondisi ini berdampak negatif bagi lingkungan sekitar.
Menurut pengakuannya, para santri kerap terlihat bebas keluar masuk area pondok, bahkan hingga larut malam. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi warga, terutama terkait potensi gangguan keamanan. Lebih lanjut, ia juga membeberkan adanya laporan mengenai dugaan pencurian yang dilakukan oleh beberapa santri terhadap barang milik warga.
“Pengawasannya sangat kurang,” ungkap warga tersebut. “Contoh lain ada warga yang punya ikan, tapi banyak yang diambil.” Pernyataan ini menggambarkan betapa longgarnya kontrol di dalam pondok pesantren, yang berujung pada dampak langsung bagi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar. Kebebasan keluar masuk yang tidak terkontrol dan potensi tindakan kriminal seperti pencurian ini tentu saja menciptakan rasa tidak aman di kalangan warga.
Misteri Kematian Santri, Pemicu Keresahan yang Makin Mendalam
Situasi yang sudah menimbulkan keresahan ini semakin diperparah dengan adanya peristiwa kematian salah seorang santri di pondok pesantren tersebut. Kabar mengenai kejanggalan dalam kematian santri ini sontak menyebar dan menambah kekhawatiran warga. Informasi ini sempat memicu rencana warga untuk mendatangi pondok pesantren guna menuntut penjelasan. Namun, rencana tersebut urung dilaksanakan setelah pihak kepolisian turun tangan dan memulai proses penyelidikan.
“Warga itu resah mengetahui hal itu. Ibu korban kan juga asli Manjung, saat ini domisili di Jatiyoso Karanganyar,” jelas warga tersebut, mengindikasikan bahwa kasus ini memiliki kedekatan emosional dengan komunitas lokal. Keterlibatan ibu korban yang merupakan warga asli desa semakin memperkuat rasa keprihatinan dan tuntutan akan kejelasan.
Peristiwa meninggalnya seorang santri yang dianggap janggal ini semakin memperkuat argumen warga mengenai perlunya pengawasan yang lebih ketat di pondok pesantren. Mereka berpendapat bahwa jika pengawasan dilakukan secara maksimal dan efektif, peristiwa tragis semacam ini seharusnya dapat dihindari.
Kronologi Kejadian Penganiayaan yang Berujung Maut
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, perlu dipaparkan kronologi kejadian yang berujung pada kematian santri tersebut. Insiden penganiayaan ini dilaporkan terjadi di salah satu kamar pondok pada hari Sabtu, 13 Desember 2025, menjelang waktu maghrib.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari para pelaku, tindakan penganiayaan tersebut dipicu oleh motif yang sangat sederhana, yaitu korban diduga enggan untuk mandi dan mencuci pakaiannya sendiri. Sikap yang dianggap membangkang ini berujung pada tindakan kekerasan fisik yang fatal.
Akibat penganiayaan tersebut, korban mengalami luka yang cukup serius di beberapa bagian tubuhnya, meliputi dada, kepala, perut, kaki, dan tangan. Para pelaku mengaku melakukan tindakan penganiayaan tersebut hanya dengan menggunakan tangan kosong, tanpa bantuan senjata atau alat lainnya.
Setelah mengalami kekerasan fisik yang parah, korban segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Namun, upaya penyelamatan nyawa tersebut sayangnya tidak membuahkan hasil. Korban dinyatakan meninggal dunia pada hari Senin, 15 Desember 2025, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan juga meningkatkan keresahan di kalangan warga Desa Manjung.
Harapan Warga: Penutupan Sementara Demi Keamanan dan Ketertiban
Menyikapi seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi, warga Desa Manjung memiliki harapan yang jelas. Mereka mendesak agar aktivitas Pondok Pesantren Santri Manjung dapat ditutup sementara waktu. Tuntutan ini bukan tanpa alasan, melainkan didasari oleh keinginan untuk menjaga ketertiban umum dan yang terpenting, demi keselamatan seluruh santri yang saat ini berada di pondok tersebut.
“Warga juga berharap ponpes itu ditutup. Setidaknya sampai proses kasus ini selesai. Kasihan juga santrinya,” pungkas warga tersebut. Permohonan ini mencerminkan kepedulian warga terhadap kondisi para santri yang mungkin saja ikut terpengaruh oleh situasi yang tidak kondusif ini. Penutupan sementara diharapkan dapat memberikan ruang bagi pihak berwenang untuk menyelesaikan investigasi secara tuntas tanpa adanya potensi gangguan atau hambatan lebih lanjut, serta memastikan bahwa keamanan dan kesejahteraan para santri benar-benar terjamin.

















