Jaksa Terduga Korupsi Melarikan Diri, Tabrak Petugas KPK Saat OTT
Banjarmasin, Kalimantan Selatan – Sebuah insiden dramatis mewarnai upaya penindakan hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kalimantan Selatan. Taruna Fariadi, seorang jaksa yang menjabat sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (Kejari HSU), diduga melakukan perlawanan saat tim KPK hendak melakukan penangkapan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis, 19 Desember 2025. Dalam pelariannya, Taruna Fariadi dilaporkan menabrak seorang petugas KPK.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan adanya tindakan perlawanan tersebut. Menurut laporan yang diterima, pada saat tim KPK melaksanakan tugas penangkapan terhadap terduga, Taruna Fariadi melakukan perlawanan dan berusaha melarikan diri.
“Benar (menabrak petugas KPK),” ujar Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025) pagi. “Pada saat itu, sesuai laporan dari petugas kami yang melaksanakan penangkapan terhadap terduga, ia melakukan perlawanan dan melarikan diri.”
Peristiwa ini terjadi di lokasi OTT yang digelar KPK di wilayah Kalimantan Selatan.
KPK Lakukan Pencarian Intensif dan Buka Opsi DPO
Hingga berita ini diturunkan, penyidik KPK masih terus berupaya melakukan pencarian terhadap Taruna Fariadi yang belum berhasil diamankan. KPK menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam dan siap mengambil langkah hukum lanjutan apabila upaya pencarian belum membuahkan hasil yang diharapkan.
“Apabila pencarian belum membuahkan hasil, maka akan diterbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO),” tegas Asep. Penerbitan DPO ini merupakan langkah serius untuk memastikan terduga tidak dapat melarikan diri lebih jauh dan untuk mendorongnya segera mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Imbauan untuk Menyerahkan Diri dan Kooperatif
Selain melakukan upaya pencarian fisik, KPK juga secara terbuka menyampaikan pesan kepada Taruna Fariadi. Ia diimbau untuk segera menyerahkan diri dan bersikap kooperatif dalam mengikuti seluruh proses hukum yang sedang berjalan. Asep Guntur Rahayu menekankan bahwa langkah kooperatif ini sangat penting demi kelancaran jalannya penyidikan.
“Kami sampaikan kepada yang bersangkutan, diharapkan untuk segera menyerahkan diri atau datang kepada kami untuk mengikuti proses hukum sebagaimana mestinya,” ujar Asep. Sikap kooperatif akan sangat membantu dalam mengungkap perkara ini secara tuntas dan adil.
Kondisi Petugas KPK yang Tertabrak Membaik
Menanggapi kekhawatiran publik terkait keselamatan petugas KPK yang menjadi korban dalam insiden tersebut, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memberikan kabar baik. Ia memastikan bahwa kondisi petugas yang sempat ditabrak saat insiden OTT telah berangsur membaik.
“Alhamdulillah, kondisinya baik, selamat, terhindar,” kata Budi saat dihubungi wartawan pada Minggu (21/12/2025). Kabar ini tentu melegakan dan menunjukkan bahwa meskipun menghadapi perlawanan, tim KPK tetap bekerja profesional.
Terkait kemungkinan penetapan Taruna Fariadi sebagai DPO, Budi menambahkan bahwa KPK akan segera menyampaikan informasi terbaru apabila sudah ada perkembangan resmi dari tim penyidik. “Jika sudah ada perkembangan informasi, kami akan mengabari,” ujarnya.
Profil Taruna Fariadi dan Kasus Dugaan Pemerasan
Tri Taruna Fariadi adalah seorang jaksa yang menduduki posisi penting sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) di Kejari Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Namanya mulai menjadi sorotan publik setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus yang diduga berkaitan dengan pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 18 Desember 2025. Dalam operasi tersebut, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yaitu:
- Albertinus P Napitupulu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara.
- Asis Budianto, Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel).
- Taruna Fariadi, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun).

Dalam kasus ini, Albertinus dan Asis Budianto berhasil diamankan bersama 19 orang lainnya. Namun, Taruna Fariadi tidak berhasil ditangkap dan diduga melarikan diri, bahkan sempat menabrak petugas KPK.
Menurut Asep Guntur Rahayu, kasus ini berawal pada Agustus 2025. Albertinus diduga menerima aliran uang sekitar Rp 804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara, yaitu Asis Budianto dan Taruna Fariadi. Uang ini diduga berasal dari dugaan tindak pemerasan yang dilakukan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di Hulu Sungai Utara. Beberapa instansi yang diduga menjadi korban pemerasan antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Modus pemerasan ini diduga dilakukan dengan ancaman agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas-dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 KUHP.
KPK telah berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan dan keluarga Taruna Fariadi. Jika Taruna Fariadi tidak segera menyerahkan diri, status hukumnya akan diperjelas dengan penerbitan DPO. Hingga kini, Taruna Fariadi masih berstatus tersangka yang belum ditahan, dan kasus ini terus berkembang seiring dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK.

















