Pegawai pemadam kebakaran Pemerintah Kota (Damkar Pemko) Batam berinisial IA (perkara nomor 302/Pid.Sus/2023/PN Btm) dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) Rosmarlina Sembiring dengan pidana penjara selama 12 tahun, denda 100 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.
Pembacaan tuntutan itu dilakukan oleh Rosmarlina Sembiring pada 24 Agustus 2023 di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, David Sitorus, Nanag Herjunanto, Benny Yoga Dharma serta dihadiri penasehat hukum IA atas nama Rustam Efendi.
Dalam persidangan itu, Rosmarlina Sembiring mengatakan bahwa terdakwa IA telah terbukti melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukuan perbuatan cabul oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan kejahatan.
Perbuatan IA telah melanggar Pasal 82 Ayat 2 juncto Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana seperti dalam dakwaan primer penuntut umum.
Selanjutnya pada hari Kamis (31 Agustus 2023) persidangan kembali dilanjutkan. Kali ini persidangan dengan agenda pembacaan nota pembelaan alias pledoi oleh terdakwa IA dan juga penasehat hukumnya, Rustam Efendi.
Hakim David Sitorus dalam persidangan menanyakan kepada IA perihal keberadaan penasehat hukumnya. “Dimana penasehat hukum kamu, terdakwa? Kenapa tidak Nampak penasehat hukum kamu,” kata David Sitorus.
IA menjawab bahwa dirinya tidak mengetahui keberadaan Rustam Efendi. “Saya tidak tahu kemana beliau, Yang Mulia,” ucap IA kepada David Sitorus dalam persidangan yang dilaksanakan secara virtual di PN Batam.
Mendengarkan hal tersebut, David Sitorus menyarankan IA untuk menyampaikan permohonannya. Ada permintaan atau permohonanmu terdakwa, IA?
“Mohon keringanan, Yang Mulia,” ujar IA.
Selanjutnya David Sitorus menutup persidangan itu. “Sidang kita lanjutkan minggu depan dengan agenda pembacaan putusan,” kata David Sitorus sembari mengetuk palu hakimnya itu.
Usai ditutupnya persidangan itu dengan seketika Rustam Efendi nongol di ruang persidangan PN Batam. “Tadi sudah ditutup sidangnya, Pak pengacara darimana sampai terlambat? Jadi kita buka lagi sidangnya atau bagaimana, Pak Pengacara,” ucap David Sitrous dengan nada agak lembut tidak seperti biasanya yang menggunakan nada tinggi setiap kali memimpin persidangan.
Rustam Efendi menyebutkan bahwa surat pledoi yang dirakitnya itu dianggap sudah dibacakan saja dan diserahkan langsung ke majelis hakim yang menyidangkan perkara a quo dan jaksa pengganti atas nama Karya So Immanuel Gort.
“Inti pledoi ini minta bebas karena IA tidak pernah melakukan perbuatan cabul seperti yang dituduhkan oleh JPU,” ujar Rustam Efendi.
Mendengarkan inti pledoi minta dibebaskan maka David Sitorus bertanya. “Kenapa beda permohonan penasehat hukum dengan terdakwa? Tadi terdakwa IA minta diringankan, sekarang penasehat hukumnya minta dibebaskan,” kata David Sitorus.
“Iya Yang Mulia minta bebas, namun kalau majelis hakim berpendapat lain mohon keringanan. Begitu maksudnya, Yang Mulia,” ucap Rustam Efendi.
Selanjutnya awak Media Batampena.com melakukan konfirmasi langsung kepada Rustam Efendi perihal keterlambatannya dan beberapa hal yang berhubungan dengan perkara yang menjerat terdakwa IA yang merupakan kliennya.
“Saya datang dari Medan karena kantor law firm saya di Medan. Penerbangan tadi terlambat makanya terlambat sampai di PN Batam,” ujar Rustam Efendi.
Rustam Efendi menyebutkan bahwa pledoi dibuat untuk meminta pembebasan terhadap IA. “Saya minta bebas karena saya yakin IA tidak melakukan perbuatan cabul terhadap anak-anaknya. Dalam perkara ini banyak keganjilan sampai-sampai kami kemarin mengajukan Praperadilan yang hakimnya Benny Yoga Dharma. Sayangnya permohonan praperadilan itu ditolak sementara banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan KUHAP,” kata Rustam Efendi saat ditemui di kantin PN Batam.
Rustam Efendi melihat perkara kliennya bermula dari adanya keretakan dalam rumah tangga bukan perbuatan cabul terhadap anak kandungnya seperti yang didakwakan oleh JPU.
Kala itu situasi masih sibuk Rustam Efendi menerangkan runut perkara kliennya kepada jurnalis Batampena.com malah datang JPU Rosmarlina Sembiring. “Abang, mana surat pledoinya? Kenapa saya belum dapat? Apa permintaannya, abang dalam pledoi tadi?”
“Saya sudah titip di ruang sidang sama Abdullah (jaksa di Kejari Batam). Saya tadi minta terdakwa dibebaskan,” ucap Rustam Efendi.
Dalam percakapan itu Rosmarlina Sembiring langsung berkeluh-kesah perihal permintaan bebas yang dimohonkan oleh Rustam Efendi. “Ah, abang ini buat susah aja,” ujar Rosmarlina Sembiring.
Mendengarkan keluh-kesah itu membuat jurnalis Batampena.com bertanya kepada Rosmarlina Sembiring. Kenapa ibu jaksa bilang permintaan bebas bisa membuat susah anda? Apakah itu bukan hak terdakwa, Ibu jaksa?
Rosmarlina Sembiring memilih bungkam alias tidak menyahut sama sekali. Selanjutnya Rosmarlina Sembiring kembali ke kawasan Gedung Kejari Batam melewati gang Kepala Naga (lorong jalan dari Kejari Batam ke PN Batam).
Penulis: JP