Satu bulan lebih I Ketut Kasna Dedi menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, namun mulai terasa tuntutan dalam beberapa perkara perlindungan pekerja migran (PPMI) melempem.
Diketahui I Ketut Kasna Dedi dilantik oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepri Rudi Margono pada 02 November 2023 silam menggantikan Herlina Setyorini yang dipromosikan sebagai Kepala bagian (Kabag) keuangan di Jamdatun RI.
Beberapa perkara PPMI yang mulai tuntutannya melempem, diantaranya:
- Perkara PPMI yang menjerat terdakwa Nurjap alias Jefri dan kawan-kawan.
Terdakwa Nurjap alias Jefri (perkara nomor 800/Pid.Sus/2023/PN Btm) bersama-sama dengan Lilik Sasmitasari Binti Basrah (perkara nomo 801/Pid.Sus/2023/PN Btm) dan Akbar Alimudin (perkara nomor 802/Pid.Sus/2023/PN Btm) melakukan kolaborasi untuk mendatangkan 5 calon PMI secara ilegal dari Lombok Sulawesi dan selanjutnya akan mengirimkan para PMI Ilegal itu ke Malaysia.
Pada hari Rabu (07 Juni 2023) Nurjap alias Jefri berkomunikasi dengan Sapi’i (abang dari terdakwa Nurjap) yang saat itu sedang berada di Lombok. Dalam komunikasi tersebut disimpulkan bahwa Nurjap sanggup mengirimkan para PMI secara ilegal ke Negara Malaysia dengan biaya tranportasi sebesar 5 juta rupiah.
Selanjutnya pada 10 Juni 2023 Sapi’i dan 4 orang calon PMI ilegal itu tiba di Bandara Hang Nadim, Kota Batam. Atas perintah Nurjap para calon PMI ilegal itu memesan taksi menuju KFC Botania 1. Selanjutnya Nurjap langsung menjemput para calon PMI ilegal itu di KFC Botania 1 dengan motor dan dibantu beberapa orang kawan-kawannya.
Para calon PMI itu disimpan oleh Nurjap di kediamannya atau rumahnya yang beralamat di Kaveling Baru Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Tepat pada 11 Juni 2023 Nurjap mulai menghubungi teman lamanya, Sahar guna memberangkat 5 calon PMI ilegal itu ke Malaysia. Dalam komunikasi itu Sahar mereferensikan istrinya sendiri, Lilik Sasmita Binti Basrah untuk membantu Nurjap dengan maksud memberangkatkan para PMI ilegal itu.
Berdasarkan referensi itu Nurjap langsung menghubungi Lilik Sasmita. Memang saat itu Nurjap tidak mendapatkan kepastian perihal keberangkatan para calon PMI ilegal itu ke Malaysia. “Nanti akan saya infokan,” kata Lilik Sasmita mengutip surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Abdullah.
Selanjutnya Lilik Sasmita mulai membangun komunikasi kepada jaringannya untuk memberangkatkan para calon PMI ilegal itu yang berada di rumah Nurjap.
Pada 12 Juni 2023, Akbar Alimudin langsung menghubungi Lilik Sasmita. Pada akhirnya Lilik Sasmita dan Akbar Alimudin bertemu di Taman Mega Techno City (MTC) berlokasi di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Hasil pertemuan itu menyimpulkan bahwa biaya yang dibutuhkan oleh Akbar Alimudin sebesar 4 juta rupiah, dan kelima calon PMI ilegal itu akan dijemput oleh Akbar Alimudin di Taman MTC pada pukul 21.00 WIB. Hasil pertemuan itu langsung disampaikan Lilik Sasmita kepada Nurjap supaya segera dilaksanakan dengan sempurna.
Sesuai dengan rancangan itu Nurjap bergegas melaksanakannya. Menjelang pukul 21.00 WIB kelima calon PMI ilegal sudah sampai di Taman MTC. Selanjutnya Akbar Alimudin langsung mencari mobil guna memboyong para calon PMI ilegal itu ke Tanjung Memban, Nongsa.
Para calon PMI ilegal itu sudah dimasukkan ke dalam mobil maxim merek Toyota Calya dan seketika itu nasib malang dan nestapa menghampiri trio sindikat penempatan PMI ilegal (Nurjap, Lilik Sasmita dan Akbar Alimudin).
Seiring berjalannya waktu trio sindikat penempatan PMI ilegal itu didakwa oleh JPU Abdullah. Sidang untuk pembacaan dakwaan dilaksanakan pada 27 Oktober 2023 silam. Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, David P Sitorus (ketua majelis) dan Benny Yoga Dharma, Yuanne Marietta Rambe.
Dalam persidangan itu, Abdullah mendakwa Nurjap, Lilik dan Akbar Alimudin dengan dakwaan alternatif. Dakwaan pertama menerangkan bahwa ketiga terdakwa telah melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dakwaan kedua menerangkan bahwa Nurjap, Lilik dan Akbar telah melanggar Pasal 83 Undang-Undang Repbulik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya pada 30 November 2023, Abdullah menuntut ketiganya dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, denda 50 juta rupiah subsider 6 kurungan. Dalam tuntutan itu diterangkan bahwa Nurjap, Lilik dan Akbar Alimudin telah melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya hakim PN Batam, David Sitorus dan Yuanne Marietta Rambe, Benny Yoga Dharma menjatuhkan vonis kepada Nurjap, Lilik, Akbar dengan pidana hanya 2 tahun penjara, denda 50 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan.
- Perkara PPMI yang menjerat terdakwa Yunita Usman alias Nita Binti Usman Sakka dan rekannya.
Terdakwa Yunita Usman alias Nita Binti Usman Sakka (perkara nomor 747/Pid.Sus/2023/PN Btm) dan terdakwa A Ramli Bin M Abib (perkara 748/Pid.Sus/2023/PN Btm) yang menampung 12 orang calon pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal di salah satu rumah yang beralamat di Perumahan Golden Prima Blok E nomor 25 RT 001-RW 019 Kelurahan Tanjung Buntung, Kecamatan Bengkong, Kota Batam. Rumah tempat penampungan calon PMI ilegal itu merupakan milik terdakwa A Ramli Bin M Abib.
Terdakwa A Ramli dalam perkara a quo berperan sebagai pengantar dan penjemput para calon PMI ilegal itu. Dan terdakwa Yunita Usman alias Nita berperan sebagai orang kepercayaan Mam Winni (agensi perekrut para calon PMI ilegal itu dan saat ini masih berstatus DPO).
Mam Winni juga membiayai semua kebutuhan sehari-hari para calon PMI ilegal itu. Uang yang kirimkan oleh Mam Winni langsung diterima oleh Yunita Usman untuk kebutuhan para PMI ilegal itu selagi masih di tempat penampungan.
Yunita Usman dan A Ramli berhasil diciduk oleh jajaran Polsek Bengkong pada 1 Agustus 2023 silam. Polisi juga berhasil mengamankan 12 orang calon PMI ilegal yang kebanyakan dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Pada 11 Oktober 2023, JPU Rosmarlina Sembiring mendakwa Yunita Usman dan A Ramli dengan dakwaan pertama Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Atau dakwaan kedua Pasal 83 juncto Pasal 68 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tepat 09 November 2023, Rosmarlina Sembiring menuntut terdakwa Yunita Usman dan A Ramli dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan, denda 50 juta rupiah, subsider 2 bulan kurungan. Dalam tuntutannya, Rosmarlina Sembiring menyatakan bahwa terdakwa Yunita Usman dan A Ramli telah melakukan penempatan dan atau menyuruh melakukan penempatan PMI secara ilegal.
“Perbuatan terdakwa Yunita Usman dan A Ramli telah melanggar Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya pada 16 November 2023, hakim PN Batam menjatuhkan vonis kepada Yunita Usman dan A Ramli dengan pidana penjara 1 tahun dan 9 bulan, denda 50 juta rupiah subsider 2 bulan kurungan.
- Perkara PPMI yang menjerat terdakwa Ali Hendra alias Adam Bin Muzar
Terdakwa Ali Hendra alias Adam Bin Muzar kedatangan 2 orang perempuan yang merupakan calon PMI ilegal, Kamis (03 Agustus 2023) sekitar 22.00 WIB. Kedua calon PMI ilegal itu bernama Hanny Liana dan Susi Susilowaty.
Kedua calon PMI ilegal itu dijemput langsung oleh Ali Hendra menggunakan mobil Toyota Avanza, dan selanjutnya para calon PMI ilegal diantarkan ke salah satu hotel yang berada di Kota Batam.
Kedua calon PMI ilegal itu merupakan kiriman dari Bella Daniyati Putri (berstatus DPO) yang berada di Jakarta. Bella Daniyati Putri menyuruh terdakwa Ali Hendra untuk membantu mengirimkan kedua calon PMI ilegal itu ke Malaysia melalui pelabuhan Internasional Batam Centre.
Pada 05 Agustus 2023 terdakwa Ali Hendra memberangkatkan Susi Susilowaty dari pelabuhan Internasional Batam Centre dengan tujuan Malaysia. Namun perjalanan Susi Susilowaty tidak berjalan mulus karena ditolak oleh petugas Imigrasi sehingga harus dijemput lagi oleh terdakwa dan untuk sementara ditampung di salah satu penginapan. Karena proses pengiriman untuk menjadi PMI ilegal ke Negara Malaysia terlalu lama membuat Hanny dan Susi secara bergantian melarikan diri dari tempat penginapannaya.
Pelarian para calon PMI ilegal itu membuat Ali Hendra diringkus oleh jajaran Kepolisian Polresta Barelang, Minggu (06 Agustus 2023) sekitar pukul 22.00 WIB.
Ali Hendra bersama kedua orang calon PMI ilegal itu ditemukan petugas kepolisian di tempat penampungan yang beralamat di Jalan Cendrawasih Blok A3 No 16 Bengkong Kolam RT 05-RW 03 Kelurahan Bengkong Sadai, Kecamatan Bengkong, Kota Batam.
Proses hukum terhadap Ali Hendra berlanjut ke persidangan di PN Batam. Perkara atas nama Ali Hendra tercatat di PN Batam dengan nomor perkara 839/Pid.Sus/2023/PN Btm.
Pada 08 November 2023 silam, JPU Nani Herawati mendakwa Ali Hendra dengan dakwaan pertama Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atau dakwaan kedua Pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Melalui proses proses persidangan, pada 23 November 2023 Nani Herawati menuntut Ali Hendra dengan pidana penjara selama 2 tahun, denda 100 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan. Dalam tuntutan itu tertuang bahwa perbuatan terdakwa Ali Hendra melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya pada 07 Desember 2023, Ali Hendra divonis oleh PN Batam dengan pidana penjara selama 2 tahun, denda 100 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan.
Tuntutan perkara PPMI di masa kepemimpinan Herlina Setyorini sebagai Kajari Batam
- Perkara PPMI yang menjerat terdakwa Baginda Siregar dan M Sadri Atmuar
Baginda Siregar merupakan seorang supir taksi yang sudah bercimpung selama 20 tahun. Keseharian Baginda Siregar mangkal di Mega Mall Batam Centre dan Pelabuhan Internasional Batam Centre.
Sebagai seorang supir taksi, Baginda Siregar banyak ketemu orang yang menjadi pelanggan atau penumpang taksi miliknya. Salah satu pelanggannya bernama M Sadri Atmuar dan dikenal oleh Baginda Siregar sebagai orang yang baik.
M Sadri merupakan penumpang atau pelanggan setia taksi milik Baginda Siregar. Tak jarang Baginda Siregar mendapatkan carteran dari M Sadri untuk mengantar jemput keluarganya ketika hari libur.
Baginda Siregar tidak mengetahui pekerjaan pasti M Sadri walaupun sudah menjadi pelanggan setia taksinya.
Pada 26 Januari 2022 Baginda Siregar mendapatkan telepon dari M Sadri untuk menjemput tamunya di Bandara Hang Nadim, Kota Batam. Sebagai seorang supir taksi, Baginda langsung berangkat ke Bandara Hang Nadim guna menjemput tamu dari M Sadri.
Setiba di Bandara Hang Nadim, Baginda Siregar baru mengetahui tamu yang dijemputnya berjumlah 9 orang. Karena taksi miliknya tidak mampu untuk mengangkut 9 orang, maka Baginda Siregar berinisiatif mencari tambahan armada mobil di seputaran Bandara Hang Nadim, Batam. Pada saat itu petugas kepolisian dari jajaran Polresta Barelang langsung menangkap Baginda Siregar dan menjebloskannya ke penjara.
Melalui proses hukum pada 24 Mei 2022 silam, Baginda Siregar dan M Sadri disidangkan di PN Batam. Pada saat itu juga, JPU Karya So Immanuel Gort mendakwa Baginda Siregar (perkara nomor 258/Pid.Sus/2022/PN Btm) dan M Sadri (perkara nomor 257/Pid.Sus/2022/PN Btm) dengan dakwaan pertama diduga telah melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. Atau dakwaan kedua Pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya pada 24 Agustus 2022 silam, Karya So Immanuel Gort menuntut terdakwa Baginda Siregar dan M Sadri dengan pidana penjara selama 4 tahun, denda 50 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.

(Sumber foto: JP – Batampena.com)
Sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa Baginda Siregar dan M Sadri dilakukan pada 07 September 2022 silam. Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim PN Batam atas nama Benny Yoga Dharma, Sapri Tarigan dan Twis Retno Ruswandari, serta terdakwa Baginda Siregar didampingi penasehat hukumnya dari LBH Mawar Saron, Mangara Sijabat.
Kala itu Benny Yoga Dharma mengatakan bahwa Baginda Siregar dan M Sadri telah terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana orang atau perseorangan yang turut serta tanpa hak menempatkan pekerja migran Indonesia.
Benny Yoga Dharma meyakini perbuatan Baginda Siregar dan M Sadri bertentangan dengan Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Baginda Siregar selama 2 tahun dan 6 bulan penjara, denda 50 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan,” kata Benny Yoga Dharma dalam persidangan yang dilakukan secara virtual di PN Batam, Rabu (14 September 2022).
Dalam persidangan itu, Benny Yoga Dharma juga menjatuh vonis kepada M Sadri Atmuar dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda 50 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan.
- Perkara PPMI yang menjerat terdakwa Ita Puspita alias Ita Binti Dulhasan.
Ita Puspita alias Ita Binti Dulhasan merupakan orang suruhan dari Nenek Lombok alias Nenek Salim Jumi In (berstatus DPO) untuk menjemput dan menampung 4 orang yang merupakan calon PMI ilegal dari bandara Hang Nadim, Kota Batam.
Pada 21 September 2022 silam, Ita Puspita memberangkatkan 4 orang calon PMI ilegal ke Malaysia melalui pelabuhan Internasional Batam Centre.
Selanjutnya 3 orang PMI ilegal yang diberangkatkan oleh Ita Puspita berhasil memasuki wilayah Negara Malaysia, dan 1 orang calon PMI ilegal bernama Sahdan ditolak oleh petugas Imigrasi Negara Malaysia.
Setelah ditolak oleh petugas Imigrasi Negara Malaysia akhirnya Sahdan tiba di Pelabuhan Internasional Batam Centre pada pukul 15.30 WIB. Kala itu ponsel milik Sahdan sedang habis baterai dan harus dilakukan pengecasan. Hal itu menstimulus Sahdan untuk masuk ke Pos Polisi Pelabuhan Internasional Batam Centre.
Saat mengisi baterai ponselnya, Sahdan mulai ditanya-tanya oleh petugas kepolisian yang berjaga kala itu. Alhasil bahwa Sahdan merupakan calon PMI ilegal yang gagal memasuki wilayah Negara Malaysia.
Seiring berjalannya waktu ponsel Sahdan sudah bisa diaktifkan untuk menghubungi Ita Puspita guna menjemput dirinya di Pelabuhan Internasional Batam Centre. Tidak butuh waktu yang lama Ita Puspita langsung datang mengendarai mobil Daihatsu Xenia Putih BP 1860 FE. Saat itu juga Ita Puspita langsung diciduk oleh petugas kepolisian jajaran Polsek KKP.
Melalui proses hukum akhirnya Ita Puspita digelandang ke persidangan di PN Batam. Pada 30 November 2022 silam, Ita Puspita didakwa JPU Karya So Immanuel Gort dan Abdullah dengan dakwaan pertama melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atau dakwaan kedua melanggar Pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya pada 28 Maret 2023, JPU Karya So Immanuel Gort menuntut terdakwa Ita Puspita dengan pidana penjara selama 4 tahun, denda 50 juta rupiah subsider 2 bulan kurungan. Dalam tuntutan itu dinyatakan bahwa Ita Puspita telah bersalah melakukan tindak pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, yang melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Perbuatan Ita Puspita telah melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Tepat pada 11 April 2023 dilakukan sidang pembacaan vonis terhadap Ita Puspita. Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim PN Batam, Nora Gaberia Pasaribu (ketua majelis) dan Dwi Nuramanu, Twis Retno Ruswandari.
Kala itu Nora Gaberia Pasaribu mengatakan bahwa Ita Puspita telah terbukti bersalah dan meyakinkan bersalah melukan tindak pidana dengan turut serta tanpa hak melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia. “Perbuatan Ita Puspita melanggar Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.”
Nora Gaberia Pasaribu menjatuhkan vonis penjara kepada Ita Puspita selama 2 tahun dan 6 bulan, denda 50 juta rupiah subsider 2 bulan kurungan. Dalam persidangan itu, Ita Puspita yang duduk di kursi pesakitan dan didampingi penasehat hukumnya, Josmangasi Simbolon sepakat dengan putusan tersebut.
Konfirmasi Perihal Tuntutan Jaksa di Kejari Batam yang Mulai Melempem pada Kepemimpinan I Ketut Kasna Dedi
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, I Ketut Kasna Dedi mengatakan bahwa setiap perkara tidak boleh disamakan dan tuntutan pidana itu tergantung perbuatan yang dilakukan para terdakwa dalam perkara a quo.
“Jadi begini, setiap perkara tidak bisa disamaratakan tergantung perbuatan dia (para terdakwa) lakukan. Ini keterlibatannya apakah dia pelaku utama? Apakah dia hanya membantu? Kalau nanya satu per satu maka ini butuh waktu dan butuh data. Tentunya semua perkara ada hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Kemudian perannya apa? Makanya ada perbedaan antara yang satu lebih tinggi atau yang satu lebih rendah. Bisa jadi yang satu karena pengulangan atau yang lain hanya pertama, atau yang lain perannya membantu saja,” kata I Ketut Kasna Dedi kepada Batampena.com usai kegiatan Konferensi Pers catatan akhir tahun di Gedung Kejaksaan Negeri Batam, Rabu (27 Desember 2023).
Dalam kesempatan itu jurnalis media ini juga melayangkan beberapa pertanyaan, diantaranya:
- Kenapa di zaman kepemimpinan anda menjabat Kajari Batam tuntutan perkara-perkara yang berhubungan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) lebih ringan ketimbang tuntutan pidana perkara PPMI pada masa kepemimpinan Herlina Setyorini? Apakah hanya anda yang menuntut menggunakan hati nurani? Atau menurut anda Herlina Setyorini ketika menyuruh JPU untuk membuat tuntutan tidak menggunakan hati nurani?
I Ketut Kasna Dedi menjawab “Bukan begitu, bukan begitu. Ini kembali lagi seperti yang kami sampaikan tadi, semua perkara mempunyai karakteristik masing-masing.”
“Ada karena perbuatan pelaku bisa membuat dia jadi berat atau ada hal yang bisa dipertimbangkan untuk bisa diringankan. Contoh ini, pelakunya perempuan dan punya anak kecil. Itu walaupun ee….apa itu hanya 6 sampai 1 tahun pasti ada selisih antara pelaku dan pelaku yang lain,” ujar I Ketut Kasna Dedi.
- Apa pendapat anda perihal antara perkara PPMI yang menjerat terdakwa Nurjap alias Jefri dengan terdakwa Baginda Siregar? Dalam perkara Nurjap alias Jefri diketahui bahwa perbuatan tindak pidana PPMI yang dilakukannya secara sadar dan ada niatannya alias mens rea. Namun dalam perkara terdakwa Baginda Siregar hanya supir taksi yang diduga dalam melakukan tindak pidana PPMI tanpa disadari dan bahkan tidak disertai niatannya untuk melakukan tindak pidana itu.
“Saya tidak bisa mengomentari zaman sebelum saya. Dan saya tidak elok juga mengomentari putusan hakim. Pasti ada pertimbangannya, kalau di kita ada standarnya. Maksudnya ada hal-hal yang memberatkan, ada hal-hal-hal yang meringankan. Ada pertimbangan-pertimbangan lain kenapa dia melakukan itu. Saya harus melihat berkas perkaranya dulu untuk melihat tuntutannya dulu. Inikan bukan cuman 1 itu perkara yang kita tangani, ada banyak perkara. Jadi kita harus melihat kalau pertanyaannya spesifik terhadap pelaku yang mana maka kita harus melihat berkas perkaranya. Kalau secara umum pasti setiap penanganan perkara itu ada pertimbangan-pertimbangan yuridis yang dimasukkan oleh jaksa penuntut umum untuk kita berani mengambil keputusan harus dituntut berapa idealnya dan layaknya,” ucap I Ketut Kasna Dedi.
Penulis: JP

















